ANALISIS HUBUNGAN ANTARA WELL-BEING GURU DENGAN KINERJA GURU

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA WELL-BEING GURU DENGAN KINERJA GURU

M. Nurul Huda

Abstrak

Tujuan dari penulisan artikel ini menguraikan mengenai hubungan antara well-being guru terhadap kinerja guru agar menjadi bentuk perhatian dari semua aktor pendidikan akan pentingnya memperhatikan well-being guru untuk mencapai kualitas pendidikan yang lebih baik menuju ketercapaian well-being siswa ke depannya. Penulisan artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan kajian menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) dari batasan artikel yang diterbitkan pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2022.Hasil pencarian data menggunakan google scholar diperoleh 32 artikel kemudian dilakukan screening menjadi 9 artikel untuk dilakukan analisa lebih detail. Data yang diperlukandihimpun melalui kajian teks, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis isi. Hasil dari systematic literature review menunjukkan bahwa well-being guru dipengaruhi oleh beban kerja, stress kerja, lingkungan kerja, dan kepemimpinan kepala sekolah. Beban kerja yang semakin tinggi yang melampui kemampuan guru akan berdampak pada stress kerja dan menurunkan well-being guru yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja guru. Namun lingkungan kerja yang positif yang mampu menciptakan iklim dan budaya kerja yang baik, mampu mengatasi stress kerja yang pada akhirnya mampu meningkatkan kinerja guru. iklim dan budaya kerja ini dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah dalam kebijakan sekolah.

Kata kunci: well-being guru, kinerja guru

Abstract

The purpose of this article is to describe the relationship between teacher well-being and teacher performance, so that it can be attention from all education actors to the importance of paying attention to teacher well-being to achieve better education quality towards the achievement of student well-being in the future. This article was written using a qualitative approach by conducting a study using the Systematic Literature Review (SLR) method from the article limitations published in 2014 to 2022. The results of data search using google scholar obtained 32 articles, then screened into 9 articles for further analysis. The required data were collected through text studies, then analyzed using content analysis techniques. The results of the systematic literature review show that teacher well-being is influenced by workload, work stress, work environment, and school leadership. Increasing workload that exceeds the teacher’s ability will have an impact on work stress and reduce teacher well-being, which ultimately will reduce teacher performance. However, a positive work environment that is able to create a good work climate and culture, is able to overcome work stress, which ultimately

can improve teacher performance. This climate and work culture is influenced by school leadership in school policies.

Keywords: teachers well-being, teachers performance

PENDAHULUAN

Proses pendidikan dilakukan dengan cara sengaja tujuannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan mampu membentuk individu-individu sebagai sumber daya manusia yang memiliki peran besar dalam proses pembangunan berbangsa dan bernegara. Jadi, pendidikan merupakan kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Guru merupakan elemen penting dalam sistem pendidikan. Guru memiliki peran terdepan dalam pendidikan, dimana guru adalah orang yang berhadapan secara langsung dengan siswa dalam proses belajar dan mengajar (Suyono & Hariyanto, 2011). Komponen lain dari pendidikan seperti kurikulum, sarana-prasarana, pembiayaan, dll tidak akan memiliki arti jika pelaksanaan proses belajar mengajar tidak berkualitas.

Dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, meltih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, maupun pendidikan menengah.

Banyak pakar berpendapat bahwa sebuah sekolah tidak akan mengalami perubahan atau peningkatan mutu jika tidak ada perubahan dan peningkatan kualitas guru. Berdasarkan pendapat tersebut, maka hal yang utama diperhatikan adalah kinerja guru. Seorang guru harus mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan dan kaidah-kaidah guru profesional, yaitu guru yang memiliki kompetensi dalam memenuhi tugas pendidikan dan pembelajaran. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Guru merupakan jantung yang akan menggerakkan seluruh aktivitas dan menentukan output yang bermutu. Sehingga sebagai seorang guru sudah menjadi keharusan 4 kompetensi tersebut melekat pada dirinya dengan harapan kinerja guru menjadi semakin baik dalam hal memberikan layanan pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik. Untuk menjadi guru yang memiliki kinerja yang baik tidak mudah. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya motivasi diri dan kesejahteraan psikologis guru itu sendiri (well-being). Banyak sekali tuntutan kepada guru untuk menguasai 4 kompetensi guru di atas namun ada hal yang terlewatkan yaitu well-being dari guru itu sendiri. Secara psikologis, hal ini menjadi faktor penting yang mempengaruhi guru dalam memberikan performa terbaik untuk memenuhi kinerja guru yang mampu menjawab tantangan terhadap pemenuhan mutu pendidikan dan pembelajaran.

Dalam penelitian Kyriacou dan Sutcliffe (2001) mengatakan bahwa pengaruh yang signifikan terhadap wellbeing guru diantaranya beban kerja, lingkungan kerja, kompensasi, penghargaan, dan kebijakan sekolah. Faktor yang berpengaruh terhadap well-being guru ini perlu dikaji lebih detail dan mendalam yang diikuti dengan pemenuhan kompetensi guru yang harus dimiliki oleh guru. Dengan mendorong tercapainya well-being bagi guru, maka akan mencapai well-being pada siswa.

Fenomena yang terjadi di Indonesia adalah faktor-faktor yang mempengaruhi well-being guru yang tidak balance terhadap tuntutan kinerja guru yang semakin tinggi, sehinggahal ini patut dilakukan penelitian lebih lanjut walaupun telah banyak penelitian parsial yang dilakukan untuk menghubungkan bagian-bagian kecil dari faktor yang mempengaruhi well-being guru tersebut dengan kinerja guru dalam memenuhi target mutu pendidikan danpembelajaran yang lebih baik.

Dengan melakukan kajian literatur yakni Systematic Literature Review (SLR), maka harapannya bisa menyajikan faktor-faktor yang mempengaruhi well-being guru secara utuh yang dikaitkan dengan tingkat kinerja guru di sekolah dengan tujuan utamanya agar setiap stakeholder mampu menyadari akan pentingnya mengutamakan well-being guru untukmewujudkan kualitas pendidikan dan pembelajaran yang jauh lebih baik melalui kinerja guru yang lebih baik.

Beban kerja, lingkungan kerja, kompensasi, penghargaan, dan kebijakan sekolah menjadi faktor yang sangat penting untuk dikaji dan dipelajari bersama dalam rangka mendorong kinerja guru agar lebih baik ke depannya. Maka pada research ini akan dilakukan literature review dari berbagai artikel yang sebelumnya telah meneliti mengenai faktor-faktoryang mempengarui well-being guru tersebut yang akan kita kaitkan dengan kinerja guru. Pengaruh signifikansi positif dan/ atau negatif dari faktor-faktor tersebut terhadap pemenuhan kinerja guru, harapannya akan menjadikan rujukan bagi kepala sekolah maupun pimpinan lembaga terkait untuk mendorong regulasi dengan mengutamakan pemenuhan well-being guru untuk menciptakan well-being siswa dengan kinerja guru yang lebih baik.

Ada dua pendekatan definisi well-being, yaitu pendekatan tradisi hedonis yang melihat well-being sebagai kebahagiaan (happiness), perasaan positif (positive affect), perasaan negatif yang sedikit (low negatif affect), dan kepuasan atas hidup. Sedangkan pendekatan kedua adalah pendekatan tradisi eudaimonis yang menekankan well-being sebagai fungsi psikologis positif dan perkembangan manusiawi (Dodge et al., 2012). Menurut Bradburn, seorang individu dikatakan memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi bila ia memiliki akses atas perasaan positif yang melebihi perasaan negatif dan mempunyai kesejahteraan psikologis yang rendah bila perasaan negatif lebih mendominasi atas perasaan positif (Bradburn, 1969).

Kesejahteraan adalah keadaan yang kita inginkan kesejahteraan (kesejahteraan lahiriah) dan kedamaian (kesejahteraan batin). Kesejahteraan batin dapat dicapai karena adanya imbalan, kepemilikan atas suatu tempat kualitas hidup, perabotan berkualitas, fasilitas liburan, alat angkut dan kepemilikan barang. Sementara itu, kesejahteraan batin dapat dicapai melalui kesadaran diri, interaksi positif dengan orang lain dan pengembangan diri.

Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan dimana guru sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan memiliki hak untuk:

  1. Pendapatan dan jaminan kesejahteraan sosial yang layak dan mencukupi
  • Reward sesuai dengan pekerjaan dan prestasi kerja
  • Proteksi hukum didalam melaksanakan pekerjaan dan hak atas kekayaan intelektual
  • Peluang untuk memakai sarana/prasarana, juga fasilitas pendidikan didalam menopang pekerjaan guru.

Kerja guru merupakan kumpulan dari berbagai tugas untuk mencapai tujuan pendidikan. Kenyamanan dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi kinerja atau produktivitas seseorang, ini disebabkan sebagian besar waktu guru digunakan untuk bekerja. Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yakni pekerjaan yang berhubungan dengan tugas-tugas mengajar, mendidik, dan tugas-tugas kemasyarakatan (sosial). Kenyamanan yang dimaksud adalah kenyamanan secara psokologis maupun lingkungan. Kenyamanan secara psikologis misalkan tidak terjadi stress, tidak terdapat konflik peran dan hubungan antar teman sejawat yang kondusif. Sedangkan kenyamana lingkungan diperoleh jika suasana lingkungan kerja dapat dirasakan nyaman, cukup ventilasi dan cukup pencahayaan.

Menurut Dhini Rama Dhania (2010:16), beban kerja adalah sekelompok atau sejumlah tugas yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Komaruddin (1996:235) dalam Artadi (2015) menyatakan bahwa analisis beban kerja adalah proses menentukan jumlah jam kerja yang digunakan atau dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan jumlah staf dan jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat yang didelegasikan kepada seorang agen. Namun sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2008, jam kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh suatu jabatan atau satuan organisasi dan merupakan hasil kali volume pekerjaan dan standar per jam.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Pasal 35 Tahun 2005 mengenai beban kerja guru menyebutkan bahwa:

  1. Beban kerja ialah aktivitas pokok yang mencakup merancang pendidikan, melakukan pembelajarn, memperhitungkan hasil pendidikan, membimbing serta melatih partisipan didik, serta melakukan tugas lainnya.
  • Beban kerja guru yang diartikan pada ayat (1) merupakan sekurang- kurangnya 24 jam tatap muka serta sebanyak- banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 minggu.
  • Syarat lebih lanjut tentang beban kerja guru sebagaimana yang diartikan pada ayat (1) serta ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.

Beban kerja ini erat kaitannya dengan stres di tempat kerja. Menurut Anwari et al. (2016), stres kerja adalah perasaan tertekan yang dirasakan oleh seorang pegawai dalam menjalankan suatu pekerjaan, yang dipengaruhi oleh respon dan psikologi masing-masing individu, yaitu akibat dari setiap intensnya aktivitas di lingkungan kerja. Tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan. Permasalahan yang ditimbulkan oleh siswa, banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan oleh guru, konflik peran, hubungan dengan rekan kerja, perubahan kurikulum yang cepat dan rutinitas kerja yang sama setiap hari merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya stres dalam bekerja. Peningkatan kinerja juga dapat terjadi karena tekanan yang dihadapi guru. Tekanan ini merupakan salah satu bentuk beban kerja. Oleh karena itu, semakin banyak beban yang Anda terima, maka semakin besar pula potensi stres kerja yang Anda alami.

Menurut Sedarmayanti (2017) dan Novianto (2015), lingkungan kerja merupakan semua alat dan bahan yang ditemukan, lingkungan sekitar seseorang bekerja, metodenya dan pekerjaannya, cara kerjanya baik sebagai individu atau dalam kelompok. Rahmawanti (2014) mendefinisikan lingkungan hidup berfungsi sebagai seluruh infrastruktur kerja di sekitar karyawan melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pekerjaan itu sendiri. Lingkungan

kerja dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan fisik meliputi benda yang ada di sekitar pekerja seperti kursi, meja, dll dan lingkungan perantara seperti sikulasi udara, suhu, kelembapak, dll. Lingkungan non fisik menurut Sedarmayanti dan Rahmawati (2014) merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan hubungan kerja baik dengan atasan maupun dengan rekan kerja lainnya. Lingkungan kerja non fisik ini tergantung dari kepemimpinan dari kepala sekolah dalam memanajemen system yang ada di lingkungan satuan pendidikan tersebut. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kepala sekolah dalam menjalankan fungsi manajemen dan kontrol terhadap system yang ada di sekolah.

Selain beban kerja, lingkungan kerja dan kepemimpinan kepala sekolah, hal yang dapat mempengaruhi kinerja guru adalah kompensasi. Kompensasi diperlukan untuk mendorong guru bekerja lebih giat dengan harapan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan pembelajaran. Kompensasi yang diterima oleh seorang guru dapat berupa kompensasi finansial (gaji, tunjangn, bonus, dan komisi) dan kompensasi non finansial (pelatihan, wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas kinerja), baik langsung maupun tidak langsung.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan yang membahas secara parsial pengaruh beban kerja, lingkungan kerja, kompensasi, penghargaan, dan kebijakan sekolah terhadap kinerja guru adalah penelitian dari (Abdul Jalil, 2019), (Andi Henrawan et al., 2018), (Fanani, 2014), (Merry et al., 2020), (M Dawan dan Ilham TS, 2022), (Dadang Wahyudin, 2020), (Sri Hariati dan Adi Munasib, 2020), (Marcell S dan Fenika W, 2022), (Rifa Nur dan Ni Wayan SP, 2019) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru berbeda-beda dan dampaknya pun berbeda. Systematic Literature Review (SLR) ini dikemas dengan sebuah rumusan masalah bagaimana hubungan antara well-being guru dengan kinerja guru?. Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara well-being guru dengan kinerja guru menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR).

METODE PENELITIAN

Pendekatan sistematis yang digunakan dalam penulisan artikel ini yang menyajikan penelitian tentang analisis hubungan well-being guru dengan kinerja guru adalah menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) yaitu kajian literatur dari artikel yang diterbitkan pada tahun 2014 sampai dengan 2022. Systematic Literature Review merupakan kegiatan penelitian yang menggunakan teknik identifikasi, evaluasi, dan menafsirkan tentang temuan dari penelitian yang serupa. Proses yang dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut.

Identifikasi melaluiEvaluasi (disaring dengan
data pencarian dasarkesesuaian judul dan abstrak)
(n = 32 artikel)(20 artikel yang sesuai)
Evaluasi (disaring denganMenafsirkan Artikel yang
ditetapkan sebagai bahan
penyesuaian isi artikel)
penelitian (9 artikel yang
(9 artikel yang sesuai)
sesuai)
 

Gambar 1. Alur Systematic Literature Review (SLR)

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa penelusuran awal dilakukan dengan menggunakan google scholar yang menghasilkan 32 artikel. Pencarian ini dilakukan dengan menggunakan kata kunci “well-being”, “well-being guru”, “kinerja guru”, “beban kerja guru”, “penghargaan guru”, “lingkungan kerja” dan “kuali m9;.s/tas pembelajaran”. Artikel yang sesuai kemudian diinventarisasi dalam sebuah folder dan dikelompokkan dalam file excel berdasarkan judul dan abstract. Setelah itu tersaring 20 artikel yang sesuai yang kemudian dilanjutkan proses screening kedua berdasarkan isi artikel. Dari proses screening kedua ini dihasilkan 9 artikel yang sesuai dengan perspektif penelitian ini. Artikel yang sudah melewati proses screening ini kemudian dilakukan penafsiran dan analisa sesuai dengan topik pada penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisa dari 9 artikel menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR) mengenai topik hubungan well-being guru dengan kinerja guru, maka diperolehhasil sebagai berikut.

Tabel 1. Daftar artikel penelitian sebagai referensi rujukan SLR

Guru adalah tokoh kunci dalam system pendidikan yang dapat mencetak peserta didik yang memiliki kualitas yang baik dengan menanamkan pengetahuan dan karakter positif kepada peserta didik. Tugas guru menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Namun untuk menjalankan tugas dan fungsinya, ada beberapa hal yang perlu dianalisa dari sisi well-being guru yang berpengaruh terhadap kinerja guru itu sendiri. Analisa yang dilakukan menggunakan metode Systematic Literature Review ini adalah analisa faktor eksternal yang mempengaruhi well-being guru dalam menunjukkan kinerja terbaiknya sebagai guru.

Menurut hasil penelitian Kyriacou dan Sutcliffe (2001) mengatakan bahwa pengaruh yang signifikan terhadap wellbeing guru diantaranya beban kerja, lingkungan kerja, kompensasi, penghargaan, dan kebijakan sekolah. Sehingga untuk melakukan analisa hubungan well-being guru dengan kinerja guru, penulis menganalisanya berdasarkan alur gambar berikut.

Analisa dengan Metode SLR

Well-being Guru          Kinerja Guru

dipengaruhi oleh
(1)Beban Kerja 
(2)Stress Kerja 
(3)Lingkungan Kerja 
(4)Penghargaan dan 
 Kompensasi 
(5)Kebijakan Sekolah 
 (Analisa KepemimpinanPenelitian
 Kepala Skeolah)sebelumnya
   

Gambar 2. Alur Analisa menggunakan metode Systematic Literature Review (SLR)

Gambar 2 menjelaskan bahwa penulis mengaitkan secara garis besar well-being guru dengan kinerja guru, dimana well-being guru yang dipengaruhi oleh beban kerja, stress guru, lingkungan kerja, penghargaan dan kompensasi serta kebijakan sekolah yang bergantung pada kepemimpinan kepala sekolah telah dilakukan kajian pada penelitiannya sebelumnya.

  1. Pengaruh beban kerja dan stress kerja terhadap kinerja guru

Pada penelitian Abdul Jalil (2019) dijelaskan bahwa beban kerja memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja guru. Berdasarkan hasil penelitian bahwa beban kerja tinggi yang dipikul oleh guru disebabkan oleh volume tugas yang harus dikerjakan oleh guru melebihi batas kemampuannya, dimana guru memiliki peran ganda yakni sebagai tenaga pengajar, wali kelas, pembina ekstra kurikuler, dan tugas tambahan lainnya sebagai wakil kepala sekolah. Hal ini menyebabkan guru merasa kelelahan yang pada akhirya menurunkan kinerja guru. Karena keterbatasan waktu, maka guru tidak mampu mempersiapkan pembelajaran dengan optimal dan kurangnya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya melalui pelatihan dan pembinaan untuk peningkatan mutu pendidikan. Beban kerja guru yang berlebihan terkadang menyebabkan tidak efektifnya beban kerja guru tersebut yang berdampak pada tidak efektifnya kinerja guru (Dadang Wahyudin, 2021)

Pembahasan ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Andi Hendrawan et al. (2018) dan Muhammad Dawam dan Ilham Teguh S (2022), yang menjelaskan bahwa beban kerja guru yang melampui kemampuannya akan menyebabkan guru kelelahan dan akan berdampak negatif terhadap kinerja guru. Peningkatan kompleksitas pekerjaan dan beban kerja akan meningkatkan stres kerja guru (Riva Nur, et al., 2019). Jika guru tidak memiliki regulasi stress yang jelas, pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap kinerja guru.

Namun jika guru mampu meregulasi stress dengan baik dan mendapatkan dukungan lingkungan kerja yang positif berdasarkan penelitian Abdul Jalil (2019) dan Muhammad Dawam et al. (2022), maka stress kerja bisa dikontrol dan dapat diturunkan sehingga tidak berdampak signifikan terhadap kinerja guru.

  • Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja guru

Dukungan psikologis akibat beban kerja dan stress kerja yang dialami oleh guru bisa didapatkan dari lingkungan sekitarnya termasuk lingkungan kerja. Lingkungan kerja memberikan dampak yang besar untuk meregulasi stress akibat kompleksitas kerja. Lingkungan kerja yang positif mampu menurunkan sress kerja dan meningkatkan well-being guru sehingga mampu meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja guru (Abdul Jalil,2019). Dengan kata lain, semakin bagus lingkungan kerja, maka stress kerja akan semakin menurun yang berdampak pada efektivitas kerja yang terus meningkat (Muhammad Dawam, et al., 2022)

Iklim organisasi yang mendukung bagi anggotanya akan cenderung membuat para guru nyaman dan memilih untuk tetap bertahan di dalam organisasi. Hal ini tentunya dapat membuat organisasi semakin mudah dalam proses mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Riva Nur E, et al., 2019). Iklim organisasi ini erat kaitannya dengan budaya organisasi di sekolah tersebut. budaya organisasi sekolah berpengaruh secara langsung terhadap Psychological well being. Apabila kondisi budaya organisasi suatu sekolah itu dapatmembentuk lingkungan yang memiliki tingkat kecemasan rendah dan masing masing anggota organisasi merasa tidak terancam maka guru dengan sendirinya akan senang hati melibatkan diri dalam pekerjaannya secara mendalam. Efeknya dalam jangka panjang outcome yang di bentuk dari sebuah pendidikan atas akan semakin bagus (Fanani, 2014)

  • Pengaruh penghargaan dan kompensasi terhadap kinerja guru

Penghargaan dan kompensasi yang diberikan kepada guru bisa berupa financial dan non financial. Penghargaan financial berupa tunjangan, reward, maupun tambahan

penghasilan yang diperoleh oleh guru. Sedangkan penghargaan non financial berupa tanggung jawab, wewenang, tambahan penugasan, maupun kesempatan untuk mendapatkan peningkatan kapasitas. Indikator penghargaan ini memiliki salah satu peran penting dalam peningkatan well-being guru yang pada akhirnya membantu meningkatkan kinerja guru. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hasil penelitian Dadang Wahyudin (2021), bawa semakin baik penghargaan yang diberikan oleh guru, maka akan meningkatkan kesejahteraan guru dan kinerja guru.

  • Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru

Kepemimpinan kepala sekolah memberikan pengaruh yang positif terhadap dukungan psikologis guru dalam mengurangi stress kerja, sehingga beban kerja guru tidak menjadi stress kerja karena kepemimpinan kepala sekolah yang mengawali penugasan guru melalui proses identifikasi yang kemudian dilakukan evaluasi secara berkala. Selain itu, adanya kompensasi dan penghargaan atas prestasi kerja yang dijadikan sebuah kebijakan sekolah akan mendorong guru memberikan kinerja dengan optimal. kepemimpinan kepala sekolah dengan manajemen yang baik mampu mencintakan budaya dan iklim organisasi yang saling mendukung. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Sri Hariati Hasibuan et al.(2020).

Secara implisit, dapat ditarik benang merah bahwa tingkat well-being guru dapat dipengaruhi oleh beban kerja yang sesuai dengan kemampuan guru, penghargaan yang diperoleh guru, kepemimpinan kepala sekolah yang mampu menciptakan lingkungan kerja positif, iklim dan budaya kerja yang baik. Melalui iklim dan budaya kerja yang baik yang diciptakan melalui kepemimpinan kepala sekolah yang baik, maka akan menurunkan stress kerja dan meningkatkan well-being guru yang berdampak pada peningkatan kinerja guru.

KESIMPULAN

Guru merupakan jantung utama penggerak pendidikan yang mampu menciptakan kualitas pendidikan yang bisa mempersiapkan generasi penerus yang lebih baik. Sebagai seorang guru harus memahami tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, meltih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik serta harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Namun untuk menjalankan tugas utama guru dengan optimal yang tergambar dalam kinerja yang baik, guru harus mencapai well-being nya agar mampu bekerja secara optimal untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik.

Well-being guru sangat berpengaruh terhadap kinerja guru. semakin baik tingkat well-being guru maka semakin optimal dan efektif kinerjanya. Dalam penelitian ini, ada beberapa faktor eksternal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan well-being guru yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap kinerja guru, yaitu beban kerja guru, stress guru, lingkungan kerja, penghargaan dan kepemimpinan kepala sekolah yang tergambar dalam kebijakan internal sekolah.

Beban kerja guru yang tidak sesuai dengan kemampuannya (kompleksitas dari beban kerja) mampu meningkatkan stress kerja yang pada akhirnya akan berdampak pada buruknya kinerja guru jika guru tidak menemukan lingkungan kerja yang baik dan tidak memiliki regulasi stress yang jelas. Lingkungan kerja yang baik mampu menciptakan iklim kerja dan budaya kerja yang nyaman yang mampu meningkatkan kinerja guru. Selain itu, kepemimpinan kepala sekolah yang mampu mengidentifikasi kemampuan guru, menciptakan lingkungan dan budaya kerja yang positif serta memberikan penghargaan kepada guru akan mampu meningkatkan kinerja guru yang pada akhirnya meningkatkan kinerja organisasi dan menciptakan mutu pendidikan yang lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *