Peran Psikologi Pendidikan Terhadap Praktik Refleksi Guru dalam Konteks Program Pendidikan Inklusif

Peran Psikologi Pendidikan Terhadap Praktik Refleksi Guru dalam Konteks Program Pendidikan Inklusif

Jihan Rista Devi

Abstract: One of the most important things is inclusive education. Inclusive education is a form of equality and a form of educational achievement without discrimination where children with special needs and children in general can get an equal education. The method used qualitative methods using descriptive analysis techniques. Qualitative descriptive data analysis technique is a combination of descriptive and qualitative data analysis techniques. The result of the role of educational psychology to the practice of teacher reflection in the context of inclusive education programs is that the role of teachers in inclusive education must have the competence or ability to manage learning needed by children with special needs consisting of several aspects such as aspects of knowledge, aspects of understanding, skill (ability), and assessing. The role of Educational Psychology in inclusive education can make positive contributions such as: teachers understand student needs, psychological assessments provide insight to teachers, provide emotional support and well-being to students, and collaborate/ involve parents in developing children.

Keywords: psychologyeducation, inclusive education, inclusion

Abstrak: Salah satu pendidikan yang penting itu yaitu pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan suatu wujud kesetaaraan dan wujud pencapaian pendidikan tanpa adanya diskriminasi dimana anak-anak yang berkubutuhan khusus dan anak pada umunya dapat memperoleh pendidikan yang setara. Metode yang digunakan metode kualitatif dengan menggunakan deknik analisis deskritif. Teknik analisisdata deskritif kualitatif merupakan gabungan dari Teknik analisis data deskritif dan kualitatif. Hasil dari peranan psikologi pendidikan terhadap praktik refleksi guru dalam konteks program pendidikan inklusif yaitu peranan guru dalam pendidikan inklusif harus memiliki kompetensi atau kemampuan mengelola pembelajaran yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari beberapa aspek seperti aspek pengetahuan, aspek pemahaman, skill (kemampuan), dan menilai. Peran psikologi pendidikan dalam pendidikan inklusif dapat memberikan kontribusi yang positif seperti: guru memahami kebutuhan siswa, asesmen psikologis memberikan wawasan kepada guru, memberikan dukungan emosional dan kesejahteraan kepada siswa, dan berkolaborasi/ melibatkan orang tua dalam mengembangkan anak.

Kata Kunci: psikologipendidikan,Pendidikan inklusif, inklusi

PENDAHULUAN

Pendidikan sangat penting bagi setiap manusia, karena dengan memperoleh pendidikan seseorang dapat mengembangkan ilmu, menambah pengalaman baru, wawasan menjadi luas, dan menjadikan diri menjadi lebih baik. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, Masyarakat, bangsa dan negara (Wijaya, 2019).

Salah satu pendidikan yang penting itu yaitu pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan suatu wujud kesetaaraan dan wujud pencapaian pendidikan tanpa adanya diskriminasi dimana anak-anak yang berkubutuhan khusus dan anak pada umunya dapat memperoleh pendidikan yang setara. Pendidikan inklusif ini diselengarakan dengan memperhatikan segala kelebihan dan kekurangan anak yang berkebutuhan khusus, sehingga menciptakan sebuah lingkungan yang menyenangkan, bersahabat dan mampu menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik berkebutuhan khusus. Sesuai dengan hak-hak dan melalui Kerjasama antara pemerintah dan Masyarakat. Dalam penyelenggaraan Pendidikan inklusif, penyandang disabilitas tidak dapat perlakuan Istimewa, namun mempunyai hakdan kewajiban yang sama dengan peserta didik lainnya (Sahrudin M, dkk., 2023). Sejalan dengan penelitian yang ditulis Tita, R., dkk. (2022) yang menyatakan Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang peserta didiknya memiliki kebutuhan khusus atau memiliki kelainan di sekolah regular seperti SD, SMP, SMA, dan SMK. Pendidikan inklusif juga memiliki arti lain yaitu system penyelaggaraan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai keterbatasan tertentu, contohnya mengalami keterlambatan belajar atau mengalami kesulitan pada saat belajar. Peserta didik ini akan disatukan dengan peserta didik yang normal tanpa adanya pilih kasih.

Praktik refleksi telah menjadi salah satu prinsip dasar keberhasilan penerapan Pendidikan Inklusif. Melalui praktik refleksi, guru dapat memeriksa sikap dan membedakan penilaian mereka, praktik pengajaran dan kelas, untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa memungkinkan semua siswa mengakses dan memajukan program Pendidikan umum (Keren & Wiputra, 2020). Di beberapa negara telah banyak dilakukan penelitian mengenai implementasi pendidikan inklusif, khususnya implementasi pendidikan inklusif di Afrika Selatan, implementasi pendidikan Iinklusif di Beijing dan implementasi Pendidikan di Indonesia. Selain praktik pendidikan inklusif, penelitian tentang bagaimana guru mempersiapkan diri untuk melaksanakan pendidikan inklusif juga telah dilakukan di beberapa negara, termasuk penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan apa saja yang dipersiapkan guru untuk pendidikan inklusif, persiapan guru inklusif di Eropa dan Kesetaraan pendidikan inklusif (fatkhul, dkk., 2023).

Perkembangn praktik pendidikan inkusif di Indonesia telah berkembang pesat sejak tahun 2003, dengan lebih dari 36.000unit menyelenggarakan pendidikan inklusif. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menyediakan akses pendidikan yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Perkembangan tersebut seiring dengan peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia yang menurut PBB mencapai kurang dari 10 persen dari total

jumlah anak yang bersekolah. Data Direktorat Pendidikan Sekolah Dasar dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi menunjukan terdapat sekitar 57 siswa berkebutuhan khusus dari 17.134. Penawaran satuan pendidikan-pendidikan inklusif di tingkat dasar. Satuan Pendidikan tersebut tersebar di 511 Kabupaten atau Kota. Namun, analisis mengenai Pendidikan inklusi masih cendrung terbata jika dibandingkan dengan umlah ABK di Indonesia, sehingga masih diperlukan Upaya lebih lanjut untuk menjadi barometer efektivitas dan efisiensi penerapan Pendidikan inklusif (Hanifah, dkk. 2021).

Dari penjelasan di atas, Pendidikan inklusi masih menjadi isu yang hangat dimana-mana tidak hanya di Indonesia. Jumlah penduduk anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia masih tergolong tinggi. Meskipun sistem pendidikan inklusif telah diatur melalui berbagai kebijakan nasional dan internasional serta deklarasi pemerintah, namun bukan berarti sistem pendidikan inklusif di Indonesia akan berlangsung sebagaimana mestinya. Sistem pendidikan inklusif sudah menjadi komitmen dan harus menjadi kewajiban setiap individu yang menjadi landasan konsep pendidikan inklusif. Dengan demikian, semoga pemahaman dan imlementasi pendidikan di Indonesia dapat terus melakukan perbaikan untuk memberikan kesempatan yang baik bagi semua anak untuk menerima pendidikan inklusif yang berkualitas. Dari data tersebut, penulis berpendapat bahwa penting untuk mengkaji penelitian lebih mendalam terkait hal tersebut karena dalam prakteknya pendidikan inklusif di Indonesia sudah sesuai. Sehingga penelitian memberikan beberapa pertanyaan penelitian terkait dengan hal tersebut: 1) Apa saja aspek psikologi pendidikan yang dianggap penting oleh guru dalam membentuk pemahaman mereka terhadap kebutuhan dan karakteristik siswa inklusif? 2) Bagaimana peran psikologi pendidikan dapat membantu guru mengidentifikasi dan mengatasi hambatan psikologi yang mungkin muncul dalam mengajar siswa inklusif?

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan metode kualitatif dengan menggunakan deknik analisis deskritif. Teknik analisisdata deskritif kualitatif merupakan gabungan dari Teknik analisis data deskritif dan kualitatif. Pada pendekatan penelitian kualitatif ini akan lebih banyak mementingkan segi proses daripada hasil, dengan kata lain penelitian deskritif analisis memusatkan perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpilanya. Berikut gambar alur penelitian:

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data

Kesimpulan

Instrumen dalam penelitian ini di lakukan dengan cara observasi terlebih dahulu, selanjutnya menggunakan teknik wawancara dan terakhir dokumentasi. Observasi dilakukan untuk menghasilkan informasi yang diinginkan seperti penerimaan, proses pembelajaran, teknik penilaian dan kelulusan peserta didik berkebutuhan khusus.

Selanjutnya Teknik wawancara dilakukan secara langsung dengan kepala sekolah dan guru pendamping khusus secara mendalam. Dokumentasi ini jika diperlukan peneliti untuk sebagai bukti peneliti di lapangan berupa foto pada saat kegiatan belajar, ruang belajar, media pembelajaran dan dokumen-dokumen terkait. Teknik analisis data dilakukan dengan mengelola hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah dan guru pendamping anak berkebutuhan khusus dan dikembangkan secara mendalam, kemudian dikaitkan dengan teori-teori yang sejalan dengan pendidikan inklusif di sekolah dasar.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan inklusif memberikan kesempatan kepada anak yang meimiliki kebutuhan khusus, anak berkebutuhan khusus memperoleh layanan pendidikan bermutu sesuai dengan kebutuhan tanpa adanya diskriminasi dari guru maupun teman sebaya/teman sekelas. Pendidikan inklusif mengharuskan guru dalam memahami dan dapat mengatasi kebutuhan serta karakteristik siswa dengan beragam latar belakang dan kebutuhan khusus. Menurut guru pendamping khusus (GPK) memerlukan beberapa aspek untuk memenuhi pemahaman mereka mengenai anak berkebutuhan khusus dan karakteristik anak berkebutuhan khusus inklusif. Apa saja aspek psikologi pendidikan yang dianggap penting oleh guru dalam membentuk pemahaman mereka terhadap kebutuhan dan karakteristik siswa inklusif?

“Menurut saya, aspek-aspek dalam psikologi pendidikan sangat dibutuhkan dalam pendidikan inklusif, karena dari aspek tersebut kita dapat memahami tetntang keanekaragaman siswa yang dimana saya harus meningkatkan kemampuan saya yang pertama (pengetahuan) mengenai bagaimana cara kita sebagai seorang guru mengidentifikasikan kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap siswa-siswi berkebutuhan khusus sesuai dengan usia siswa saya atau sesuai dengan perkembangan mereka. Kedua, Meningkatkan kemampuan dalam (pemahaman), memahami karakteristik dan kondisi siswa-siswi yang berkebutuhan khusus, hal ini hal ini dilakukan agar saya dapat melaksanakan pembelajaran secara aktif dan efisien. Ketiga, meningkatkan (kemampuan) seperti memodifikasi kurikulum yang Dimana sesuai dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus. Contohnya: saya memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tema rpph atau rancangan pelaksanaan pembelajaran harian), dan sebagai guru juga harus mampu memilih atau membuat alat peraga sederhana untuk memudahkan mereka dalam pembelajaran. Keempat, meningkatkan kemampuan dalam (menilai) yang pasti guru perlu menggunakan berbagai bentuk penilaian yang dapat menilai kemajuan anak berkebutuhan khusus. Contohnya Ketika saya memberikan nilai Ketika mereka sedang berkata jujur/ prilaku jujur, Ketika mereka terbuka untuk bercerita pada guru dan memberikan penghargaan kepada mereka Ketika mereka menyelesaikan tugas yang diberikan oleh saya contohnya memberikan cap Bintang ditangan mereka. Kelima meningkatkan (pemahaman) saya dalam (pengelolaan kelas yang efektif, ini memerlukan keterampilan manajemen kelas yang baik agar dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan memastikan semua siswa merasa diterima/didukung.”

Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru pendamping khusus (GPK) mengenai peran psikologi pendidikan dalam pendidikan inklusif dalam mendukung perkembangan dan keberhasilan siswa inklusif. Bagaimana pemahaman guru dalam kebutuhan individu siswanya?

“saya akan melakukan observasi terlebih dahulu terhadap perilaku dan respon yang diberikan siswa baik didalam maupundiluar kelas. Dari observasi ini membantu saya mengetahui gaya belajar siswa, kebutuhan siswa, dan minat siswa. Kedua berinteraksi, melakukan komunikasi dan membangun hubungan yang baik dengan anak. Contohnya menanyakan sudah sarapan belum? tadi pagi diantar sama siapa?, sudah mandi belum?. Ketiga berkolaborasi dengan orang tua siswa. Hal ini sangat membantu guru dalam memahami atau mengetahui kebutuhan,minat anak, dan lingkungan belajar anak Ketika di rumah seperti apa. Dan yang keempat memantau perkembangan anak secara individu, saya secara teratur memantau perkembangan akademis anak-anak dan perilaku siswa. Contohnya: setiap ada kemajuan dan perkembangan anak saya mencatat di buku anak (siswa A dapat mewarnai tanpa keluar garis lagi, siswa B sudah mulai terbuka dan berani dalam berbicara/bercerita didepan kelas mengenai hobi dia, siswa C sudah tidak menganggu teman sebelahnya seperti mencoret kertas temannya.”

Bagaimana proses asesmen psikologis membantu guru dalam mengidentifikasi hambatan siswa inklusif?

“Guru perlu melakukan tes psikometrik ini dapat membantu guru dalammengukur kemampuan akademis dan pengembangan kognitif anak. Dari hasil tes guru mendapatkan informasi yang spesifik tentang arean kebutuhan dan potensi hambatan anak. Tidak hanya melakukan tes psikometrik guru juga dapat melihat dari pemantauan perkembangan anak, dari penilaian perilaku anak, dari gaya belajar anak, dan dari emosional anak dapat mengetahui hambatan siswa inklusif.”

Bagaimana guru memberikan dukungan emosional dan kesejahteraan kepada siswa inklusif?

“Yang harus dilakukan kita dapat membangun hubungan yang positif terlebih dulu dengan anak dengan caramemberikan perhatian penuh, menunjukan empati, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan perasaan siswa. Berkomunikasi terbuka seperti berdiskusi, memberikan pertanyaan dan ekspresi emosi agar mereka nyaman Ketika mereka mengutarkan perasaan dan kekhawatiran mereka. Kita juga harus menyediakan ruangan aman. Melibatkan anak dalam kegiatan secara langsung Bersama teman sebayanya, kemberikan contoh prilaku yang positif agar anak meniru apa yang kita lakukan, melibatkan orang tua anak juga seperti berkomunikasi secara rutin dan berbagi informasi perkembangan anak guru juga perlu memahami perspektif dari keluarga anak, dan guru melakukan pelatihan mengenai Kesehatan mental anak hal ini dapat melatih/mengembangkan diri guru dalam mengenali tanda-tanda masalah emosional dan memberikan dukungan yang sesuai untuk siswa.”

Bagaimana sekolah dalam melibatkan peran orang tua untuk kemajuan anak inklusif?

“Pertama melakukan pertemuan orang tua dan guru secara ruti, dari pertemuan ini guru dapat berdiskusi secara rutin mengenai kemajuan anak mereka dari memberikan pertanyaan samapi memberikan masukan kepada orang tua dan pertemuan ini juga dapat membahas mengenai rencana pembelajaran khusus. Melakukan komunikasi secara terbuka dan efektif, kebetulan sekolah menyediakan berbagai saluran komunikasi selain mengadakan pertemuan seperti: surat kabar sekolah, email, via whatsapp. Tidak hanya itu kita juga dapat melibatkan orang tua dalampengambilan keputusan, contohnya tentang penepatan anaknya di kelas mana/ duduk dengan siapa.”

KESIMPULAN

Pendidikan inklusif berfokus pada kesetaraan dan keadilan untuk semua siswa tidak melihat dari jenis kelamin, budaya, agama, suku, etnis, sosial ekonomi anak berkebutuhan khusus dapat mengenyam pendidikan dalam sekolah yang sama. Berdasarkan pemaparan hasil temuan dan pembahasan peneliti menyimpulkan bahwa peranan guru dalam pendidikan inklusif harus memiliki kompetensi atau kemampuan mengelola pembelajaran yang dibutuhkan anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari beberapa aspek seperti aspek pengetahuan, aspek pemahaman, skill (kemampuan), dan menilai. Peran psikologi pendidikan dalam pendidikan inklusif dapat memberikan kontribusi yang positif seperti: guru memahami kebutuhan siswa, asesmen psikologis memberikan wawasan kepada guru, memberikan dukungan emosional dan kesejahteraan kepada siswa, dan berkolaborasi/ melibatkan orang tua dalam mengembangkan anak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasi yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Dekan Fakulta Sps Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua Prodi Psikologi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Bapak Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M. Pd., dan Ibu Yeni Rachawati, M. Pd., Ph. D. selaku dosen pengampu mata kuliah Landasan Filosofis, teman-teman kelas saya di jurusan psikologi pendidikan, dan pihak yang terlibat dan berperan dalam Menyusun penelitian ini yang berjudul “Peran Psikologi Pendidikan Terhadap Praktik Refleksi Guru dalam Konteks Program Pendidikan Inklusif”. Tanpa peran dan bantuan pihak-pihak yang telah terlibat tentunya penelitian ini tidak akan berjalan bahkan tidak akan terlaksanakan sebagaimana mestinya.

REFERENSI (12 pt Cambria)

David Wijaya. (2019). Manajemen Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar.     KENCANA:

Jakarta.

Fatkhul, A., Asep, S., & Yufiarti. (2023). Praktik Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar. Jurnal Education. https://doi.org/10.31949/educatio.v9i1.4191

Hanifah, S.D., Widuri, S., & Santoso, B. M. (2021). Tantangan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Menjalani Pendidikan Inklusi diTingkat Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM). Vol. 2No. 3,473-483.

Keren, H. W., & Wiputra, C. (2020). Analisis Praktik Refleksi Guru dalam Konteks Program Pendidikan Inklusif: Studi Kasus Empat Guru Kelas Inklusif di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu. DOI: 10.31004/basicedu.v4i4.467

Mirna, A, Novianti, D., & Arifin, S. (2023). Pengelolaan Pendidikan Inklusif. Jambura Journal of Educational Management. DOI: 10.37411

Tita, R., dkk. (2022). Keterampilan Kolaborasi Guru Sekolah Dasaruntuk Keberhasilan

Pendidikan                     Inklusisf.                      Jurnal.                       Unej.                      DOI:

https://doi.org/10.19184/wrtp.v16i2.23395

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *