Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Konteks Kelas: Tantangan, Strategi, dan Implikasi bagi Guru
Iis Nurhayati
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan menganalisis penerapan pembelajaran diferensiasi melalui metode kajian literatur. Fokus utama penelitian ini adalah menggali pemahaman mendalam mengenai konsep pembelajaran diferensiasi dalam konteks pendidikan, dengan penekanan pada metode kajian literatur sebagai pendekatan penelitian.
Melalui analisis literatur, penelitian ini mengidentifikasi pendekatan-pendekatan utama dalam penerapan pembelajaran diferensiasi, termasuk strategi diferensiasi konten, proses, dan produk. Studi literatur juga memberikan gambaran tentang hasil penelitian sebelumnya terkait efektivitas pembelajaran diferensiasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Dalam mengeksplorasi penerapan pembelajaran diferensiasi, penelitian ini menyoroti peran kunci seperti kesiapan guru, minat siswa, profil belajar siswa, serta tantangan dan keterbatasan yang mungkin muncul dalam implementasi. Metode kajian literatur dipilih untuk menyajikan sintesis pengetahuan yang sudah ada dan memberikan pandangan komprehensif terkait isu-isu tersebut.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan tambahan bagi pendidik, peneliti, dan praktisi pendidikan dalam mengembangkan dan meningkatkan efektivitas penerapan pembelajaran diferensiasi di berbagai konteks pendidikan.
Kata Kunci : Pembelajaran Berdiferensiasi, Tantangan dan Strategi Guru
Pendahuluan
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pemenuhan kebutuhan belajar individual siswa, yang melibatkan guru dalam merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan perbedaan karakteristik, minat, dan kemampuan siswa. Meskipun pendekatan ini diakui sebagai metode yang efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, tantangan besar muncul terkait dengan kesiapan dan kemampuan guru dalam menerapkannya di dalam kelas.
2
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dapat diamati bahwa kesiapan guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi melibatkan aspek konten, proses, dan produk pembelajaran. Faktor-faktor tersebut mencakup pemahaman konten yang mendalam, kemampuan menyusun strategi pembelajaran yang beragam, dan evaluasi hasil belajar siswa secara individual. Sebagai konsekuensi dari tuntutan ini, beberapa penelitian menyebutkan bahwa sebagian guru enggan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi karena merasa kurangnya kompetensi, keterbatasan waktu, dan kesulitan dalam merencanakan pelajaran kolaboratif.
Dalam konteks penelitian ini, kajian literatur akan membahas berbagai aspek kesiapan guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dengan fokus pada konten, proses, dan produk pembelajaran. Selain itu, penelitian sebelumnya juga memberikan gambaran bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat memberikan dampak positif, seperti peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika, peningkatan minat belajar, pertumbuhan intelektual yang tinggi, dan kepuasan siswa terhadap penerapan metode ini. Melalui pemahaman mendalam terhadap aspek-aspek kesiapan guru dan dampak positif pembelajaran berdiferensiasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan praktik pendidikan yang lebih adaptif dan inklusif.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi aspek-aspek kesiapan guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, dengan fokus pada konten, proses, dan produk pembelajaran. Penelitian ini juga bertujuan untuk memahami dampak positif pembelajaran berdiferensiasi, seperti peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika, peningkatan minat belajar, pertumbuhan intelektual yang tinggi, dan kepuasan siswa terhadap penerapan metode ini.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Bagaimana kesiapan guru dalam aspek pemahaman konten yang mendalam terkait dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi di kelas?
- Apa saja strategi pembelajaran berdiferensiasi yang dapat digunakan guru untuk memenuhi kebutuhan belajar individual siswa
- Bagaimana kemampuan guru dalam mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual, khususnya dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi?
- Apa saja faktor-faktor yang menjadi hambatan bagi guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, seperti kurangnya kompetensi, keterbatasan waktu, dan kesulitan dalam merencanakan pelajaran kolaboratif?
3
- Apa dampak positif pembelajaran berdiferensiasi yang dapat diamati, seperti peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika, peningkatan minat belajar, pertumbuhan intelektual siswa, dan kepuasan siswa terhadap penerapan metode ini?
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini meliputi:
- Kontribusi terhadap Praktik Pendidikan
- Pengembangan Kompetensi Guru
- Pemahaman Lebih Baik tentang Hambatan dan Tantangan
- Dukungan Pengambilan Keputusan di Tingkat Kebijakan Pendidikan
- Kontribusi terhadap Literatur Pendidikan
- Pemberdayaan Siswa
4
Kajian Pustaka
Tabel 1.
Matrik Pembelajaran Diferensiasi
No | Sumber | Tujuan Penelitian | Metode | Kata Kunci | Hasil Penelitian | Saran |
1 | Devi Kurnia | Mendeskripsikan | Library research atau | Progresivisme, | Berdasarkan literatur review untuk penerapan | Pembelajaran |
Fitra (2022). | keterkaitan aliran | studi kepustakaan. | pembelajaran | pembelajaran berdiferensiasi pada mata | berdiferensiasi ini dapat | |
Pembelajaran | progresivisme | berdiferensiasi, IPA | pelajaran IPA di sekolah menengah pertama | diterapkan dengan | ||
Berdiferensiasi | dengan | rujukan sangat terbatas dan Sebagian besar | mengkombinmasikan | |||
dalam | pembelajaran | hanya terlihat dari aspek hasil belajar murid. | dengan beberapa model | |||
Perspektif | berdiferensiasi serta | pembelajaran | ||||
progresivisme | penerapan | kooperatif, | ||||
pada Mata | pembelajaran | pembelajaran berbasis | ||||
Pelajaran IPA. | berdiferensiasi pada | masalah atau | ||||
Jurnal Filsafat | mata pelajaran IPA | pembelajaran berbasis | ||||
Indonesia, Vo; | di sekolah | proyek dengan tetap | ||||
5 No 3 Tahun | menengah pertama | memperhatikan | ||||
2022. | berdasarkan | kebutuhan belajar | ||||
referensi jurnal | murid | |||||
2 | Rosinta Siburian, | Untuk mengetahui | Yang digunakan | Pembelajaran diferensiasi, | Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai | |
Sinta D. | peningkatan | dalam penelitian ini | kemampuan pemecahan | rata-rata kemampuan pemecahan masalah | ||
Simanjuntak, | kemampuan | adalah quasi | masalah | matematika siswa yang mengikuti | ||
Frida, | pemecahan masalah | eksperimen dengan | pembelajaran diferensiasi sebesar 71,02, | |||
Simorangkir. | matematika siswa | desain Pretest- | sedangkan nilai rata-rata kemampuan | |||
(2019). Penerapan | yang memperoleh | Posttest Control | pemecahan masalah matematika siswa yang | |||
Pembelajaran | pembelajaran | Group Design. | mengikuti pembelajaran konvensional sebesar | |||
Diferensiasi | diferensiasi lebih | 62,73. Selisih nilai rata-rata kemampuan | ||||
dalam | baik daripada siswa | pemecahan masalah matematika siswa di | ||||
Meningkatkan | yang memperoleh | kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar | ||||
Kemampuan | pembelajaran | 8,29. Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai | ||||
Pemecahan | konvensional. | thitung = 2,68 dan ttabel = 1,725 hal ini | ||||
Masalah | berarti bahwa thitung > ttabel yaitu 2,68 > | |||||
Matematika pada | 1,725. Hal ini berarti Ha diterima dan Ho | |||||
Pembelajaran | ditolak yang artinya peningkatan kemampuan | |||||
Daring. Jurnal | pemecahan masalah matematika siswa yang | |||||
mengikuti pembelajaran diferensiasi |
5
Riset Pendidikan | (Differentiated Instruction) lebih baik | |||||||
Matematika | daripada siswa yang mengikuti pembelajaran | |||||||
konvensional. | ||||||||
3 | Candra Ditasona | Mengkaji | Kuasi eksperimen | Pendekatan differentiated | 1. | Peningkatan kemampuan pemecahan | 1. | Mengkaji mengenai |
(2013). Penerapan | kemampuan | dengan desain | Instruction, kemampuan | masalah matematis siswa yang mengikuti | pengaruh | |||
Pendekatan | pemecahan masalah | penelitian kelompok | pemecahan masalah, | pembelajaran diferensiasi lebih baik | pendekatan DI | |||
Differentiated | dan penalaran | control non- | kemampuan penalaran | daripada siswa yang mengikuti | terhadap | |||
Instruction Dalam | matematis antara | equivalent | matematis | pembelajaran konvensional, | kemampuan | |||
Peningkatan | siswa yang | menggunakan teknik | 2. | peningkatan kemampuan pemecahan | penalaran matematis | |||
Kemampuan | memperoleh | Purposive Sampling. | masalah matematis siswa yang mengikuti | pada aspek atau | ||||
Pemecahan | pendekatan | pembelajaran DI leboih baik daripada | indicator yang lain. | |||||
Masalah Dan | differentiated | siswa yang mengikuti pembelajaran | 2. | Mengambil subjek | ||||
Penalaran | instruction dan | konvensional ditinjau dari kemampuan | penelitian yang | |||||
Matematis Siswa | siswa kelas | awal matematis siswa, | mewakili seluruh | |||||
SMA. Tesis. | konvensional. | 3. | Peningkatan kemampuan penalaran | kategori sekolah. | ||||
Repository.upi.ed | matematis siswa yang mengikuti | |||||||
u | pembelajaran DI lebih baik daripada | |||||||
siswa yang mengikuti pembelajaran | ||||||||
konvensional | ||||||||
4. | Peningkatan kemampuan penalaran | |||||||
matematis siswa yang mengikuti | ||||||||
pembelajaran DI lebih baik daripada | ||||||||
siswa yang mengikuti pembelajaran | ||||||||
konvensional ditinjau dari kemampuan | ||||||||
awal matematis siswa | ||||||||
5. | Tidak terdapat interaksi antara | |||||||
pembelajaran (pendekatan DI dan | ||||||||
konvensional) dan pengetahuan awal | ||||||||
matematis (atas dan bawah) terhadap | ||||||||
peningkatan kemampuan pemecahan | ||||||||
masalah matematis | ||||||||
6. | Terdapat interaksi antara pembelajaran | |||||||
(pendekatan DI dan konvensional) dan | ||||||||
pengetahuan awal matematis (atas bawah) |
terhadap peningkatan kemampuan
penalaran matematis
6
4 | Stefanus Joseph | Tujuan dari | menggunakan metode | Differentiated instruction, | |
Marlene Thomas, | penelitian ini adalah | penelitian campuran | teacher education, tertiary | ||
Gerard | untuk menentukan | yang melibatkan | institution. | ||
Simonette1& | hubungan antara | penggunaan | |||
Leela Ramsook. | ukuran prestasi | kuesioner, diskusi | |||
(2013). The | siswa dalam | kelompok terfokus, | |||
impact of | program studi | wawancara guru dan | |||
differentiated | kurikulum sarjana | siswa, observasi | |||
instruction in a | tahun kedua dan | kelas, nilai semester | |||
teacher education | pelaksanaan | siswa, dan refleksi | |||
setting : succesess | instruksi dibedakan | siswa, untuk | |||
and challenges. | selama satu semester | mengumpulkan data | |||
International | tahun ajaran. | yang relevan dari | |||
Journal of Higher | mahasiswa sarjana | ||||
Education vol 2. | yang mengejar kursus | ||||
https://doi.org/10 | jam tiga kredit | ||||
5430/ijhe.v2n3p2 | |||||
8 | |||||
- Terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis siswa setelah pembelajaran DI
- Temuan penelitian mengungkapkan bahwa pemodelan instruksi dibedakan pada tingkat tersier menghasilkan hasil yang lebih positif daripada hasil negatif.
- Refleksi dari empat pengajar/fasilitator universitas memberikan kesaksian tentang keberhasilan yang dicapai dalam memanfaatkan strategi untuk konten, proses, dan diferensiasi produk.
- Beberapa dari strategi ini termasuk memodifikasi atau mengadaptasi bagaimana siswa diberi akses ke materi pembelajaran.
- Penggunaan pengelompokan fleksibel juga efektif ketika siswa diberi kesempatan, seperti disarankan Anderson (2007), untuk bekerja berpasangan, kelompok kecil, atau sendiri. Ketika siswa diberi pilihan tentang materi, kegiatan, dan penilaian, mereka merasakan pemberdayaan yang berfungsi untuk meningkatkan minat dalam kursus. Jensen (1998) setuju bahwa ketika pilihan diberikan,
- Terlepas dari banyak keberhasilan yang terkait dengan instruksi yang dibedakan, para peneliti melaporkan beberapa tantangan dalam upaya membuat model diferensiasi di lembaga tingkat tersier.
7
- Salah satu tantangan tersebut adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk perencanaan, pengorganisasian, dan penjadwalan individu dan kelompok dalam ruang kelas yang besar
- Para peneliti juga menemukan tantangan untuk memenuhi kebutuhan individu serta preferensi siswa untuk bekerja sendiri daripada dalam kelompok atau dengan seluruh kelas.
- Persepsi siswa tentang pengajaran yang berbeda juga mendorong dengan 90% setuju bahwa pendekatan pengajaran yang berbeda merangsang minat mereka dalam kursus studi kurikulum.
- Tanggapan dari survei menunjukkan bahwa mayoritas siswa (91%) melaporkan tingkat pertumbuhan intelektual yang lebih tinggi sebagai akibat dari paparan instruksi yang berbeda. Delapan puluh persen (80%) responden melaporkan kepuasan dengan penggunaan instruksi yang berbeda oleh instruktur mereka dalam kursus studi kurikulum.
- Diskusi kelompok fokus menguatkan temuan survei tentang instruksi yang berbeda dan potensi dampaknya terhadap praktik kelas siswa.
- Menggemakan sentimen seluruh kelompok, seorang siswa menyimpulkan bahwa instruksi yang berbeda seharusnya“filosofi penuntun dari setiap guru setelah lulus.”
8
5 | Wouter Smets & | Tujuan dari | Studi ini didasarkan | ||
Katrien Struyven. | penelitian ini adalah | pada program | |||
(2020). A | untuk | pengembangan | |||
Teachers’ | mendokumentasikan | profesional dengan | |||
professional | sejauh mana | empat tim di tiga | |||
development | partisipasi guru yang | sekolah menengah di | |||
programme to | dicapai dalam | wilayah metropolitan | |||
implement | melakukannya | di Belgia (Flanders). | |||
differentiated | Ini didasarkan pada | ||||
instruction in | tradisi penelitian | ||||
secondary | interpretivis (Lincoln | ||||
education : How | et al.,2011). Melalui | ||||
far do teachers | keterlibatan | ||||
reach. Cogent | partisipatif dalam | ||||
Education. | komunitas praktisi, ini | ||||
Journal | bertujuan untuk | ||||
https://doi.org/10. | memberikan wawasan | ||||
1080/2331186X.2 | tentang dinamika | ||||
020.1742273 | penerapan instruksi | ||||
yang berbeda, dan | |||||
dengan demikian | |||||
dalam kompleksitas | |||||
bidang katering untuk | |||||
heterogenitas. | |||||
6 | Chin-Wen Chien | Studi kasus harus | |||
.(2015). Analysis | memiliki data dari | ||||
of Taiwanese | berbagai sumber dan | ||||
elementary school | memeriksa sesuatu | ||||
english teachers’s | dalam konteks | ||||
perceptions of, | kehidupan nyata | ||||
design of, and | (Yin,2013). Pertama, | ||||
knowledge | |||||
berbagai sumber | |||||
constructed about | termasuk survei, | ||||
differentiated | dokumen, video, dan | ||||
instruction in | wawancara | ||||
content. Cogent | dikumpulkan |
Differentiated instruction, in-service teacher’s professional development, teacher teams, educational change
Competence, content, differentiated instruction, jigsaw reading, perception, Taiwanese English teachers
Studi ini menambah pemahaman kita tentang kompleksitas inovasi pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pengajaran yang berbeda. Ini menarik kesimpulan berdasarkan program pengembangan profesional guru dalam jabatan yang dimaksudkan untuk mendorong pelaksanaan pengajaran yang berbeda. Implementasi instruksi yang berbeda didasarkan pada motivasi pribadi yang kuat dan program pengembangan profesional yang disesuaikan. Meskipun ada beberapa kendala, peserta menerapkan berbagai strategi pengajaran yang terkait dengan instruksi yang berbeda. Namun, sebagian besar guru tidak melaksanakan penilaian untuk memperoleh respon yang diinginkan.
para peserta menganggap instruksi yang berbeda itu penting; namun, kurangnya kompetensi, waktu, dan rencana pelajaran kolaboratif mereka mengakibatkan tidak ada penerapan instruksi yang berbeda dalam konten dalam praktik kelas sehari-hari mereka. Kedua, mereka membedakan instruksi dalam konten melalui membaca jigsaw dan penyediaan bahan pelengkap, tetapi tidak dalam berbagai pengatur grafik, kegiatan
Kami menyarankan
untuk
menginterpretasikan
kembali praktik
instruksi yang
dibedakan sebagai
kompetensi guru dan
memperkirakan bahwa
responsivitas instruksi
yang dibedakan adalah
aplikasi yang lebih
kompleks.
Pengembangan
keprofesian guru yang
berkelanjutan
diperlukan untuk
memupuk keterampilan
mengajar responsif
guru
9
Education. | sebagai data. Kedua, | ||||||
Journal | studi kasus | ||||||
https://doi.org/10. | digunakan dalam | ||||||
1080/2331186X.2 | penelitian ini untuk | ||||||
015.1111040 | menguji konten guru | ||||||
bahasa Inggris yang | |||||||
berbeda dalam | |||||||
konteks EFL. Unit | |||||||
analisisnya adalah | |||||||
keyakinan dan | |||||||
pengetahuan guru | |||||||
bahasa Inggris | |||||||
tentang konten yang | |||||||
berbeda. | |||||||
7 | Marieke van Geel, | Tujuan dari | Cognitive Task | Differentiated instruction, | |||
Trynke Keuning, | penelitian ini adalah | Analysis. (CTA) | cognitive task analysis, | ||||
Jimmy Frerejean, | untuk mendapatkan | lima langkah, yang | primary education, | ||||
Diana DolmansB, | wawasan lebih | dominan di | mathematic, assessment | ||||
Jeroen van | lanjut tentang | sebagian besar | |||||
MerriënboerBdan | bagaimana guru | metode CTA dan | |||||
Adrie J. Visscher. | sekolah dasar | diidentifikasi oleh | |||||
(2018). Capturing | menyesuaikan | Clark et al. (2008). | |||||
the complexity of | instruksi matematika | Fokus di sini adalah | |||||
differentiated | mereka dengan | padaBagaimanadife | |||||
instruction. | perbedaan siswa. | rensiasi dilakukan | |||||
School | dipraktik. Langkah- | ||||||
Effectiveness and | langkah berikut | ||||||
School | dilakukan: (1) | ||||||
Improvement.http | mengumpulkan | ||||||
s://doi.org/10.108 | pengetahuan awal, | ||||||
0/09243453.2018. | (2) mengidentifikasi | ||||||
1539013 | representasi | ||||||
pengetahuan, (3) | |||||||
menerapkan metode | |||||||
elisitasi | |||||||
pengetahuan |
10
jangkar, berbagai teks, atau lingkaran sastra. Ketiga, teori, pemodelan, dan perencanaan kolaboratif yang diberikan oleh instruktur kursus musim panas intensif membantu peserta membangun pengetahuan dan kompetensi mereka dalam instruksi yang berbeda dalam konten. Tiga saran diberikan untuk membantu guru bahasa Inggris sekolah dasar mengimplementasikan konten yang berbeda dalam hal integrasi instruksi yang berbeda ke dalam pengembangan profesional guru, elemen konten yang berbeda, dan perencanaan kolaboratif.
Sepengetahuan peneliti, ini adalah analisis tugas kognitif pertama yang dilakukan dalam konteks keterampilan gutu untuk diferensiasi. Analisis menyeluruh tentang kognisi dan perilaku guru ahli dalam praktiknya memberikan wawasan yang kaya ke dalam pengetahuan dan keterampilan konstituen yang diperlukan untuk dapat menyesuaikan intruksi dengan perbedaan siswa. Dengan menganalisis kinerja pakar, peneliti dapat m,enangkap tugas ini dalam praktik, memungkinkan peneliti merancang kurikulum dan mengembangkan instrument penilaian yang benar-benar terkait dengan praktik ini. Studi ini menunjiukkan bagaimana CTA dapat dilakikan sehubungan dengan keterampilan guru, dan bagimana hal ini dapat dilakukan informasi dan wawasan
Peneliti mendorong kepada peneliti selanjutnya di bidang Pendidikan untuk melakukan CTA serupa untuk keterampilan kompleks lainnya seperti memastikan iklim pedagogis yang aman atau manajemen kelas. Prosedur diilustrasikan dalam penelitian ini dapat menjadi contoh untuk penelitian ;lain tentang berbagai keterampilan guru yang kompleks dan dalam berbagai konteks.
8 | Vasilis Strogilos, | Tujuan penelitian (a) |
Levan Lim & | untuk | |
Nasreena Binte | mengeksplorasi | |
Mohamed Buhari | bagaimana guru | |
(2021). | sekolah dasar, LST, | |
Differentiated | dan AED-LBS | |
instruction for | memahami istilah | |
students with SEN | “DI” dan fitur yang | |
in mainstream | terkait dengan | |
classrooms: | implementasinya, | |
contextual | dan (b) untuk | |
features and types | mendeskripsikan | |
of curriculum | jenis modifikasi | |
modifications. | yang mereka | |
https://hdl.hndle.n | terapkan untuk | |
et/10497/23447 | siswa penyandang | |
disabilitas. SEN. |
terfokus, (4) menganalisis dan memverifikasi data yang diperoleh, (5) memformat hasil untuk aplikasi yang dimaksud.
Metode yang dipakai
pendekatan kualitatif
yang menurut
Denzin dan Lincoln
(2005, 3), “para
peneliti mempelajari
hal-hal dalam
pengaturan alami
mereka, berusaha
untuk memahami,
atau menafsirkan,
fenomena dalam
kaitannya dengan
makna yang
diberikan orang
kepada mereka”.
Data dikumpulkan
melalui wawancara
semi-terstruktur,
observasi deskriptif,
rencana
pembelajaran (LP)
dan kelompok fokus
untuk memahami
fenomena kompleks
DI dengan
menyatukan opini,
observasi dan
perspektif sejarah.
Instruksi yang berbeda;
pendidikan inklusif;
kebutuhan pendidikan
khusus; modifikasi
kurikulum;
disabilitas
yang berharga bagi pengembangan
keprofesian guru.
Meskipun DI dianggap sebagai salah satu Lakukan pemeriksaan
pendekatan pengajaran yang paling efektif dan kembali
menjanjikan untuk pembelajar yang praktik-praktik sendiri
beragam, ada penelitian terbatas tentang dalam penggunaan
kemanjurannya untuk siswa dengan SEN. pedagogi seperti DI dan
Fitur kontekstual dalam sistem pendidikan memahami
dapat secara tidak sengaja berkontribusi pada kembali praktik-praktik
keputusan dan praktik pengajaran di pihak tersebut sebagai
profesional yang sebenarnya dapat bentuk-bentuk eksklusi
bertentangan dan menumbangkan situasional yang
pengetahuan dan pemahaman mereka yang bertentangan dengan
ada tentang DI. Hal ini diwujudkan dalam etos inklusi.
kurangnya variasi dalam pengembangan
modifikasi untuk siswa dengan SEN dengan
ketergantungan berlebihan pada
penggunaan modifikasi instruksional yang
ditemukan dalam penelitian ini. Penggunaan
DI yang agak tidak seimbang ini sebagai
default kendala kontekstual
mengkompromikan kemanjurannya sebagai
pendekatan untuk memberikan pendidikan
berkualitas
yang setara, inklusif, dan bermakna bagi siswa
dengan SEN.
11
Jadi, dalam
mengevaluasi proses
dan produk DI,
dipertimbangkan
bahwa interpretasi
berdasarkan
representasi
pengalaman dan
makna peserta secara
empiris
9 | Janke M. Faber, | Tujuan dari | Metode yang | Instruksi yang berbeda; | Tidak ada efek positif | Oleh karena itu, kami |
Cees A. W. Glas | penelitian ini adalah | dipergunakan adalah | observasi kelas; teori | signifikan yang ditemukan untuk praktik | merekomendasikan | |
& Adrie J. | untuk menyelidiki | studi observasi | respon item; | pengajaran yang berbeda. | agar studi keefektifan | |
Visscher (2018). | hubungan antara DI | pretest-posttest. | regresi bertingkat | Siswa dalam kelompok | DI di masa | |
Differentiated | dan prestasi belajar | Menjelaskan sifat | analisis | berkemampuan rendah mendapat keuntungan | depan menggunakan | |
instruction in a | siswa dalam | sampel, instrumen, | lebih sedikit dari | tindakan lain yang | ||
data-based | konteks DBDM | prosedur | instruksi yang berbeda daripada siswa dalam | ditujukan untuk | ||
decision-making | (data-based decision | pengumpulan data, | kelompok | menentukan alasan di | ||
context. | making) | dan teknik analisis | berkemampuan rata-rata atau tinggi. | balik | ||
https://doi.org/10. | data yang digunakan. | kegiatan pembedaan | ||||
1080/09243453.2 | yang akan digunakan | |||||
017.1366342 | . | untuk menilai | ||||
kesesuaian antara DI | ||||||
dan | ||||||
kebutuhan instruksional | ||||||
yang sebenarnya. | ||||||
10 | Amare Hiruy & | tujuan dari | Metode yang dipakai | Teori; praktik; instruksi | Salah satu hasil penelitian menunjukkan | Program pelatihan dan |
Solomon Melesse | penelitian ini adalah | pendekatan penelitian | dibedakan; penerapan; | bahwa pemahaman DI oleh guru perguruan | diskusi harus diatur | |
(2022). | untuk menguji | campuran untuk | perguruan tinggi TVET | tinggi TVET | untuk menciptakan | |
Examining | kesenjangan teori- | alasan yang | tinggi meskipun implementasinya rendah. | kesadaran di antara para | ||
theory-practice | praktik dalam | berbeda.Atinya | Mayoritas pelatih TVET ternyata tidak | pemimpin dan pakar | ||
gap in | penerapan | mengumpulkan data | terbiasa dengan | biro TVED regional, | ||
implementing | diferensiasi | kuantitatif dan | strategi pengajaran DI yang berbeda; Namun | dekan dan instruktur | ||
differentiated | instruksional dalam | kualitatif secara | dalam praktiknya, beberapa guru ditemukan | perguruan tinggi TVET | ||
instruction (DI) in | sistem TVET | bersamaan atau | jarang | tentang |
12
the Ethiopian | Ethiopia. Penting | berurutan, tetapi | menerapkan beberapa strategi dan tidak |
TVET system: the | juga untuk | dengan satu bentuk | teratur. |
case of TVET | mengidentifikasi | data yang mendukung | |
colleges in Bahir | tingkat pemahaman | yang lain. Kedua | |
Dar City | dan luasnya praktik | bentuk data tersebut | |
https://doi.org/10. | dan melihat di mana | pada saat yang sama | |
1080/2331186X.2 | letak kesenjangan | dan mengintegrasikan | |
022.2114223 | untuk | informasi tersebut | |
merekomendasikan | dalam interpretasi | ||
intervensi yang | hasil keseluruhan. | ||
tepat. |
13
makna, pentingnya dan temuan penelitian ini.
Prinsip dan konsep kebijakan dan strategi sistem TVET Ethiopia yang sejalan dengan prinsip DI
harus dikomunikasikan secara tepat hingga ke bawah pelaksana. Ini akan membantu mereka untuk
memahami bahwa prinsip-prinsip DI tidak sepenuhnya keluar dari arah kebijakan sistem yang
selanjutnya membantu menerapkan konsep-konsep tersebut.
Materi pelatihan untuk
metodologi pengajaran
pelatih TVET harus
ditingkatkan dengan
memasukkan teori dan
prinsip DI dan pedagogi
kontemporer lainnya
yang dapat melayani
sistem
dengan baik.
Sistem penghargaan berdasarkan sistem penilaian kinerja harus menggabungkan praktik DI sehingga
staf dapat termotivasi | ||||||
untuk menerapkannya. | ||||||
studi rinci tentang | ||||||
praktik teori dan prinsip | ||||||
DI dan studi lain yang | ||||||
berfokus pada kualitas | ||||||
pelatihan TVET harus | ||||||
dipelajari dan intervensi | ||||||
yang dapat | ||||||
memperbaiki kasus | ||||||
harus direncanakan. | ||||||
11 | Elma M. Dijkstraa | Proyek ini bertujuan | Penelitian ini | Diferensiasi; petunjuk; | Kesetiaan intervensi | Bagaimana guru dapat |
, Amber | untuk meningkatkan | menggunakan | kesetiaan intervensi; | diajar dengan baik | ||
Walravenb, Ton | pengajaran yang | pendekatan metode | penerapan; taman kanak- | Persepsi intervensi | (yaitu dalam | |
Mooija and Paul | berbeda dan | campuran, seperti | kanak; guru | prajabatan) dan dilatih | ||
A. Kirschnera | mengevaluasi | yang | Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat | (yaitu dalam masa | ||
(2017). Factors | pengaruhnya | direkomendasikan | kesetiaan intervensi sangat berbeda antar | kerja) dalam | ||
affecting | terhadap | dalam DBR (design- | sekolah. Di sebagian besar sekolah, | meningkatkan | ||
intervention | perkembangan anak, | based Research) | implementasi penyaringan dan kurikulum | keterampilan | ||
fidelity of | khususnya anak | menggunakan metode | yang berbeda memakan waktu lebih lama dari | diferensiasi mereka. | ||
differentiated | berkemampuan | kualitatif dan | yang diharapkan, yang menyebabkan | |||
instruction in | tinggi. | kuantitatif dalam | berkurangnya atau tidak ada waktu untuk | Pengembangan | ||
kindergarten. | penelitian yang sama | protokol kebijakan. Berdasarkan persepsi | profesional jangka | |||
https://doi.og/10.1 | peserta dan analisis lintas kasus implementasi | panjang tampaknya | ||||
080/02671522.20 | di tiga sekolah, faktor interaksi berikut | diperlukan untuk | ||||
16.1158856 | muncul untuk berkontribusi pada keberhasilan | sepenuhnya bekerja | ||||
implementasi intervensi ini: mengalami | sesuai dengan | |||||
kebutuhan yang kuat untuk perubahan | komponennyaExcel | |||||
pendidikan bagi anak-anak berkemampuan | Kwadraat. Untuk itu, | |||||
tinggi, tekanan dari orang tua, kepala sekolah | kerjasama antar sekolah | |||||
yang terlibat aktif yang memfasilitasi guru | sangat digalakkan. | |||||
dalam intervensi dan kepercayaan serta | Setelah intervensi | |||||
dukungan dari tim di mana setiap orang | berakhir, beberapa | |||||
mengetahui intervensi tersebut. | sekolah yang | |||||
berpartisipasi dalam |
14
12 | Minttu Johler & | Tujuannya adalah | metode campuran | Instruksi yang berbeda; |
Rune Johan | untuk menyelidiki | sekuensial eksplorasi | penyertaan; digital | |
Krumsvik (2022). | bagaimana | teknologi; pendidikan; | ||
Increasing | guru sekolah dasar | sekolah dasar | ||
inclusion through | di sekolah dasar | |||
differentiated | terkemuka di | |||
instruction in a | Norwegia | |||
technology-rich | menggunakan | |||
primary school | teknologi digital | |||
classroom in | untuk membedakan | |||
Norway | pengajaran guna | |||
https://doi.org/10. | mempromosikan | |||
1080/03004279.2 | lingkungan belajar | |||
022.2143721 | yang lebih inklusif | |||
di ruang kelas | ||||
yang beragam secara | ||||
akademis. |
penelitian ini
memutuskan untuk
bersama-sama terus
meningkatkan praktik
pembedaan mereka di
sekolah dasar awal dan
kelas yang lebih tinggi.
Hasilnya menunjukkan Artikel ini telah
bahwa guru menemukan banyak potensi dan memberikan
kemungkinan dalam pengetahuan, deskripsi,
menggunakan teknologi digital untuk dan refleksi penting
membedakan instruksi untuk tentang bagaimana guru
menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. merasakan pengaruh
teknologi digital
dalam instruksi yang
berbeda untuk
menciptakan
lingkungan belajar yang
inklusif dalam konteks
sekolah dasar
pada khususnya.
Dimensi menarik yang
hilang dari data ini
adalah perspektif siswa,
yang mengundang
penelitian lebih lanjut
di bidang terkait di
masa mendatang
13 | Abrham Zelalem, | Tujuan dari | Metode yang dipakai | Instruksi Dibedakan; | |
Solomon | Melesse | penelitian ini adalah | pendekatan desain | Efikasi Diri; keragaman | |
& Amera Seifu | untuk menguji | campuran sequential | peserta didik | ||
(2022) | Teacher | kemanjuran diri | explanatory | ||
educators’ | self- | pendidik guru dan | |||
efficacy | and | praktik yang | |||
perceived | dirasakan dari | ||||
practices | of | instruksi yang |
Sebagian besar pendidik guru belum memiliki pelatihan tentang instruksi berdiferensiasi dan kurang efektif untuk mengimplementasikan instruksi berdiferensiasi. Ditemukan juga bahwa penerapan instruksi yang berbeda di
Sebagai hasil dari data kuantitatif maupun kualitatif menunjukkan, kompetensi pendidik guru dan keyakinan self-efficacy
untuk melaksanakan instruksi dibedakan
15
differentiated | berbeda dalam | wilayah studi berada pada tingkat yang | |
instruction | in | program pendidikan | sangat rendah. |
Ethiopian primary | guru utama di | ||
teacher education | Ethiopia. |
programs: Teacher
education colleges
in amhara regional
state in focus
16
sangat rendah. Dengan demikian, badan yang bertanggung jawab di dinas
pendidikan daerah dan
pejabat perguruan
tinggi harus
menyelenggarakan
pelatihan
pengembangan
profesional yang akan
memberikan
kesempatan yang cukup
kepada instruktur untuk
belajar bagaimana
untuk membedakan
instruksi dan
meningkatkan DI self-
efficacy mereka. Selain
itu, karena kurikulum
pendidikan
guru sangat tidak fleksibel dan sarat konten yang menyisakan sedikit ruang untuk kegiatan yang berbeda, perguruan tinggi pendidikan guru harus memeriksa dan merestrukturisasi kurikulum mereka (komponen kursus persiapan guru) untuk memungkinkan pendidik guru menggunakan instruksi yang berbeda.
14 | Brian P. Godor | Tujuan utama dari | Metodologi Q | Metodologi Q, Brian P | Menyelidiki preferensi diferensiasi pribadi | Relevansi dan |
(2021). The Many | penelitian ini adalah | digunakan dalam | Godor, Diferensiasi Guru, | guru akan menawarkan wawasan tentang apa | generalisasi penelitian | |
Faces of Teacher | untuk menyelidiki | penelitian ini. Seperti | Preferensi, Guru | yang dipilih guru untuk difokuskan dalam | ini dapat diperkuat | |
Differentiation: | preferensi pribadi | yang dinyatakan | Pendidikan | diferensiasi mereka, serta, apa yang tidak | dengan menggunakan | |
Using Q | guru untuk | McKeown dan | ditekankan oleh guru. | metodologi Q ini dalam | ||
Methodology to | membedakan | Thomas (2013): | Setiap cluster dieksplorasi dalam hal efek | pengaturan yang lebih | ||
Explore Teachers | pengajaran mereka. | “tujuan utama untuk | yang mungkin terjadi pada pembelajaran | luas atau melengkapi | ||
Preferences for | melakukan studi Q | siswa. Selain itu, implikasi terhadap | metodologi penelitian | |||
Differentiated | Tujuan utama dari | adalah untuk | pengembangan guru juga dibahas per klaster. | ini dengan metode | ||
Instruction | penelitian ini adalah | membedakan persepsi | penelitian kualitatif | |||
https://doi.org/10. | untuk menyelidiki | orang tentang dunia | seperti wawancara atau | |||
1080/08878730.2 | preferensi guru | mereka dari sudut | observasi kelas. Selain | |||
020.1785068 | untuk membedakan | pandang referensi diri | itu, melengkapi | |||
instruksi | (hal. 1) | penelitian ini dengan | ||||
mereka dan dengan | Metodologi Q | mengeksplorasi | ||||
demikian | memungkinkan untuk | pengalaman kelas siswa | ||||
mengidentifikasi | mengidentifikasi | dapat menambah | ||||
kelompok | kelompok | wawasan tambahan | ||||
subjektivitas dalam | subjektivitas dalam | tentang hubungan | ||||
kelompok guru | peserta penelitian. Ini | antara pendekatan guru | ||||
sekolah | berarti bahwa | untuk mengajar dan | ||||
menengah ini. | kelompok guru | pendekatan siswa untuk | ||||
tertentu yang | belajar. | |||||
memiliki preferensi |
subyektif yang sama
dapat diidentifikasi.
15 | Desalegn Zerai, | Studi naratif ini | Metode kualitatif, | Instruksi yang berbeda; | Hasil analisis naratif menunjukkan bahwa |
Sirpa Eskelä- | bertujuan untuk | wawancara naratif, | individualisasi; pendidikan | guru mengkonstruksi | |
Haapanen, Hanna | mengeksplorasi | analisis naratif, | inklusif; guru; analisis | lima makna DI dalam narasi mereka: sebagai | |
Posti-Ahokas & | makna DI dalam | linguistik | naratif; Eritrea | orientasi kepedulian, | |
Tanja Vehkakoski | konteks Eritrea, di | sebagai pendekatan pedagogik yang fleksibel,; | |||
(2021): The | mana para guru | sebagai proses refleksi | |||
meanings of | tidak secara | diri, sebagai usaha yang gagal dan sebagai | |||
differentiated | pendekatan yang menuntut. |
Tiga dari hasil analisa naratif membuat citra positif DI dalam penelitian ini, sementara dua terakhir menciptakan citra negatif bagi DI dan ini
17
instruction in the | eksplisit mengenal | yang seharusnya |
narratives of | konsep tersebut, | dibenahi |
Eritrean | meskipun praktik | |
teachers, | pengajaran | |
Pedagogy, Culture | mereka | |
& Society. | mencerminkan | |
https://doi.org/10. | beberapa tingkat | |
1080/14681366.2 | diferensiasi. | |
021.1914712 |
16 | Tadesse Melesse | Tujuan penelitian ini |
& Sinatayehu | untuk menentukan | |
Belay (2022) | hubungan yang | |
Differentiating | signifikan antara | |
instruction in | atribut siswa (latar | |
primary and | belakang | |
middle schools: | pengetahuan, | |
Does variation in | kesiapan, minat, dan | |
students’ learning | profil pembelajaran) | |
attributes matter?, | dan penggunaan | |
https://doi.org/10. | elemen DI oleh guru | |
1080/2331186X.2 | (konten, proses, | |
022.2105552 | produk, dan | |
diferensiasi | ||
lingkungan belajar) | ||
di sekolah dasar dan | ||
menengah Enjibara. |
dan administrasi
kota Chagni di zona
Awi, Ethiopia
Statistika, | instruksi yang dibedakan; | Penelitian ini memberikan | Penelitian yang lebih |
matematis, | atribut siswa; diferensiasi | bukti kuat tentang pengaruh langsung dan | luas harus dilakukan |
kuantitatif, tabel | konten; diferensiasi | tidak langsung dari variasi atribut siswa pada | oleh peneliti lain |
proses; diferensiasi produk; | instruksi yang dibedakan dengan menerapkan | dengan melibatkan | |
diferensiasi lingkungan | pendekatan model persamaan struktural | variabel tambahan | |
belajar | yang lebih maju. Untuk mengatasi atribut | lainnya dan mencakup | |
siswa, memvariasikan isi dan lingkungan | beragam konteks | ||
belajar | sekolah dasar dan | ||
perlu memberikan prioritas daripada | menengah swasta di | ||
memvariasikan proses dan produk. | tingkat | ||
regional atau nasional. | |||
Guru untuk | |||
menerapkan pengajaran | |||
dan | |||
pembelajaran yang | |||
berbeda melalui | |||
penggunaan strategi | |||
diferensiasi konten, | |||
proses, produk dan | |||
lingkungan belajar | |||
Guru menjadi agen | |||
perubahan budaya | |||
untuk memenuhi |
18
17 | Andrea Stairs- | Tujuan dari makalah |
Davenport (2021): | ini adalah untuk | |
“Where Do I | melaporkan tema- | |
Start?” Inquiry | tema yang | |
into K-12 | diidentifikasi dalam | |
Mainstream | pertanyaan guru arus | |
Teachers’ | utama K-12 di satu | |
Knowledge about | distrik | |
Differentiating | sekolah AS yang | |
Instruction for | diajukan tentang | |
ELLs in One U.S. | instruksi pembeda | |
School District, | untuk pembelajar | |
Education | bahasa Inggris | |
Inquiry. | (ELL) untuk | |
https://doi.org/10. | mendengar langsung | |
1080/20004508.2 | dari guru tentang | |
021.1969078 | topik yang ingin | |
mereka pelajari | ||
lebih lanjut. |
kebutuhan individu | |||
peserta didik | |||
melalui pengajaran | |||
yang berkualitas dan | |||
kebutuhan untuk | |||
menyediakan | |||
lingkungan belajar yang | |||
menanggapi perbedaan | |||
individu menjadi | |||
perhatian tepat waktu | |||
Pengumpulan data | pelajar bahasa Inggris; | Analisis data menunjukkan bahwa guru di | Jika kita berusaha untuk |
konsep inkuiri. | pelajar bahasa Inggris; | kabupaten ini umumnya kurang siap untuk | mencapai tingkat |
pendidikan Guru; guru | mengajar ELL (english language learners) | tertinggi pemrograman | |
pengembangan profesional; | ELL berbasis | ||
instruksi yang dibedakan | penelitian, | ||
mendengarkan | |||
guru arus utama ELL, | |||
dan merancang | |||
pengembangan | |||
profesional dan | |||
pengalaman belajar | |||
yang secara otentik | |||
menjawab pertanyaan | |||
guru, kita memiliki | |||
kesempatan untuk | |||
meningkatkan | |||
pendidikan ELL di | |||
semua distrik. | |||
ukuran dan profil | |||
demografis. | |||
Pembelajaran | |||
profesional yang paling | |||
relevan dan autentik | |||
digerakkan oleh guru, | |||
ditentukan oleh mereka | |||
yang paling dekat | |||
dengan pekerjaan |
19
sehari-hari dengan
ELL. Sebagai
komunitas
pendidikan, kita harus
mengadvokasi guru dan
siswa untuk mengalami
pembelajaran yang
layak mereka
dapatkan dan
memastikan bahwa
mandat hukum untuk
kesempatan yang sama
adalah kenyataan tidak
hanya
dalam teori, tetapi juga
dalam praktik.
20
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan literatur review yang telah diuraikan, penerapan pembelajaran berdiferensiasi pada mata pelajaran IPA di sekolah menengah pertama masih menghadapi keterbatasan rujukan literatur yang sangat terbatas. Sebagian besar literatur lebih berfokus pada hasil belajar murid, dengan penelitian yang secara khusus mencoba mengukur efektivitas pembelajaran berdiferensiasi dalam konteks ini.
Salah satu penelitian oleh Rosinta Siburian, Sinta D. Simanjuntak, Frida Simorangkir (2019) menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil uji hipotesis menegaskan peningkatan yang nyata, menunjukkan keunggulan pembelajaran diferensiasi dibandingkan dengan pendekatan konvensional.
Pada penelitian lain oleh Candra Ditasona (2013), hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis siswa yang mengikuti pembelajaran diferensiasi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Selain itu, penelitian ini mengidentifikasi adanya korelasi signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dan penalaran matematis siswa setelah pembelajaran berbasis diferensiasi.
Studi Stefanius Yusuf, Marlene Thomas, Gerard Simonette, dan Leela Ramsook (2013) memberikan wawasan tambahan, menekankan bahwa pemodelan instruksi diferensiasi pada tingkat tersier dapat menghasilkan hasil yang lebih positif. Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan dalam memanfaatkan strategi diferensiasi untuk konten, proses, dan produk pembelajaran.
Namun, terdapat juga tantangan dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi, sebagaimana diungkapkan oleh Wouter Smets dan Katrien Struyven (2020). Guru cenderung menghadapi kendala waktu yang dibutuhkan untuk perencanaan, pengorganisasian, dan penjadwalan individu dan kelompok dalam kelas yang besar, yang dapat mempengaruhi efektivitas implementasi.
Penelitian lebih lanjut oleh Vasilis Strogilos, Levan Lim, dan Nasreena Binte Mohamed Buhari (2021) menyoroti keterbatasan efektivitas pembelajaran berdiferensiasi, terutama untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Penerapan yang tidak seimbang dalam konteks ini dapat mengompromikan kemanjurannya sebagai pendekatan inklusif.
Meskipun literatur menunjukkan hasil positif terkait efektivitas pembelajaran berdiferensiasi, terdapat beberapa tantangan yang patut dicatat. Sebagai contoh, studi oleh Wouter Smets dan Katrien Struyven (2020) menyoroti kendala waktu sebagai salah satu hambatan utama. Guru perlu menginvestasikan
21
waktu yang cukup untuk perencanaan, pengorganisasian, dan penjadwalan kegiatan individu dan kelompok, khususnya dalam kelas yang berukuran besar. Kendala ini dapat menghambat keterlaksanaan penuh dari pendekatan berdiferensiasi.
Vasilis Strogilos, Levan Lim, dan Nasreena Binte Mohamed Buhari (2021) menambahkan perspektif yang berfokus pada siswa dengan kebutuhan khusus. Meskipun pendekatan berdiferensiasi dianggap sebagai salah satu metode yang paling efektif, penelitian ini menyoroti adanya implementasi yang tidak seimbang, terutama dalam konteks siswa dengan kebutuhan pendidikan khusus. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa pemahaman kontekstual dalam sistem pendidikan sangat penting untuk mendukung keberhasilan implementasi berdiferensiasi.
Selain itu, Brian P. Godor (2021) menekankan pentingnya memahami preferensi diferensiasi pribadi guru. Analisis ini dapat memberikan wawasan tentang fokus guru dalam merancang pembelajaran yang diferensiasi, serta aspek-aspek yang mungkin kurang ditekankan. Hal ini dapat memberikan dasar bagi pengembangan program pengembangan profesional yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan guru.
Selanjutnya, Minttu Johler dan Rune Johan Krumsvik (2022) menyoroti peran teknologi digital dalam mendukung pembelajaran berdiferensiasi. Guru diidentifikasi memiliki potensi besar untuk menggunakan teknologi digital guna menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Oleh karena itu, pemahaman lebih lanjut dan penerapan teknologi digital dapat menjadi suatu strategi yang penting dalam mendukung diferensiasi di ruang kelas.
Dengan demikian, sementara terdapat bukti positif terkait dengan efektivitas pembelajaran berdiferensiasi, perlu adanya perhatian terhadap kendala implementasi dan keterbatasan efektivitasnya dalam situasi tertentu. Penelitian dan pemahaman lebih lanjut diperlukan untuk memperdalam wawasan tentang penggunaan teknologi digital dalam mendukung diferensiasi, serta upaya untuk meningkatkan kesiapan guru dalam mengimplementasikan pendekatan ini secara optimal.
Pendekatan Pembelajaran Diferensiasi
Contoh kasus : Tersebutlah Bapak X guru kelas 3 SD dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang. Saat itu ia sedang mengajarkan materi tentang perkalian. Saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian, diantara 32 siswa di kelasnya tersebut, Bapak X melihat ada 3 siswa yang selesai lebih dahulu. Karena dia tidak ingin ketiga siswa ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu siswa lainnya, akhirnya ia memberikan lembar kerja tambahan untuk 3 siswa tersebut, Jika siswa lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk siswa tersebut, Bapak X memberikan 25 soal perkalian. (Pedoman Pendidikan Guru Penggerak modul 2.1).
22
Dari ilustrasi di atas, apakah Bapak X tersebut sedang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi?
Pembelajaran berdiferensiasi melibatkan upaya guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar siswa di dalam kelas (Tomlinson, 1999). Namun, penting untuk dicatat bahwa pendekatan berdiferensiasi tidak berarti guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk 32 siswa atau membuat banyak soal tambahan untuk siswa yang bekerja lebih cepat. Sebaliknya, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah suatu kekacauan, tetapi memerlukan perencanaan yang cermat agar guru dapat merespons kebutuhan belajar siswa secara efektif.
Pembelajaran berdiferensiasi bukan hanya sekadar strategi pengajaran, melainkan juga mencerminkan sebuah filosofi tentang keragaman siswa. Seorang guru perlu membuat keputusan berorientasi pada kebutuhan murid yang terkait dengan kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang jelas. Penting bagi guru dan siswa untuk memiliki pemahaman yang jelas terkait dengan tujuan pembelajaran, dan guru harus responsif terhadap kebutuhan belajar siswa.
Proses pembelajaran berdiferensiasi melibatkan penyesuaian rencana pembelajaran, penggunaan sumber belajar yang berbeda, serta penugasan dan penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Guru juga perlu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung siswa dalam mencapai tujuan belajar tinggi. Untuk menjamin dukungan selama proses belajar, manajemen kelas yang efektif perlu diciptakan, dengan menciptakan prosedur, rutinitas, dan metode yang memberikan fleksibilitas namun tetap menjaga struktur yang jelas.
Tomlinson (1999) menyoroti tiga aspek kunci dalam pembelajaran berdiferensiasi, yaitu kesiapan, minat, dan profil siswa. Guru harus memodifikasi konten, proses, dan produk pembelajaran berdasarkan aspek-aspek ini. Dengan demikian, penerapan pembelajaran berdiferensiasi mengharuskan guru untuk melihat kebutuhan belajar siswa dari berbagai perspektif, memastikan bahwa setiap siswa mendapat dukungan yang sesuai dengan karakteristik mereka (Tomlinson, 2001).
1. Kesiapan Siswa
Kesiapan belajar siswa, atau readiness, merujuk pada pandangan guru terhadap kemampuan siswa untuk menangkap dan menyerap materi pembelajaran. Teori Vygotsky (1978), sebagaimana diuraikan oleh Stephen Joseph (2013), mengemukakan konsep zona perkembangan proksimal siswa. Zona ini merupakan perbedaan antara kemampuan siswa bekerja secara mandiri tanpa bimbingan dan kemampuan yang dapat dicapai siswa dengan bantuan atau dukungan. Guru diharapkan mampu mengajar dalam zona ini, memberikan tugas yang sedikit lebih
23
kompleks dari kemampuan siswa saat ini. Dengan demikian, melalui pengulangan dan bimbingan, siswa akan menguasai keterampilan baru dan berkembang menjadi pemikir yang mandiri.
Stephen juga menyoroti konsep pemecahan masalah oleh Byrnes (1996), yang menekankan bahwa materi pembelajaran seharusnya disajikan pada tingkat kesulitan yang sesuai dengan tingkat penguasaan siswa. Jika terlalu mudah atau sulit, pertumbuhan belajar tidak akan optimal, dan siswa dapat merasa bingung dan frustasi. Oleh karena itu, perhatian guru terhadap kesiapan siswa menjadi krusial dalam konteks differentiated instruction.
Tomlinson (2001) menegaskan bahwa kesiapan bukanlah sinonim dari kemampuan, dan kedua istilah tersebut sebaiknya tidak digunakan secara bergantian. Kesiapan siswa bersifat kondisional dan dapat berubah secara teratur sebagai hasil dari pengajaran berkualitas tinggi. Sementara itu, kemampuan cenderung bersifat tetap dan terkait dengan sifat bawaan. Dalam konteks differentiated instruction, konsep kesiapan mencakup pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan siswa terkait dengan materi yang diajarkan oleh guru.
Tujuan dari diferensiasi kesiapan adalah memastikan bahwa setiap siswa dihadapkan pada pengalaman belajar yang sesuai dan menantang. Tomlinson (2001:46) menggambarkan bahwa merancang pembelajaran mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar Compact Disk (CD). Dengan menyesuaikan “tombol” ini dengan tepat, guru dapat menyamakan peluang siswa untuk memahami materi, terlibat dalam berbagai kegiatan, dan menghasilkan produk belajar yang sesuai dengan tingkat kesiapan mereka.
2. Minat siswa
Seperti halnya kesiapan siswa, minat siswa juga memiliki peran penting dalam pengembangan akademik siswa. Minat siswa mengacu pada aspek-aspek yang melibatkan perhatian, keingintahuan, dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (Tomlinson, 2001). Stephen (2013) menjelaskan bahwa penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang disesuaikan dengan minat siswa dapat menciptakan motivasi yang kuat dalam diri siswa. Diferensiasi berbasis minat juga dapat merangsang siswa untuk menemukan minat baru, seperti yang disoroti oleh Santangelo dan Tomlinson (2009) dalam konsep pembelajaran berdiferensiasi menurut Stephen (2013).
Contohnya, di dalam kelas, guru dapat membedakan keterampilan dan
materi utama yang akan diajarkan dengan menyelaraskannya dengan minat khusus
siswa, mungkin dalam bidang seperti musik, olahraga, atau satwa liar. Stephen
(2013) merangkum pandangan beberapa tokoh, seperti Amabile (1983), Bruner
(1961), Sharan, dan Sharan (1992), yang menyatakan bahwa diferensiasi berbasis
24
minat memiliki korelasi langsung dengan studi motivasi. Hal ini termanifestasi dalam peningkatan keterlibatan siswa dalam tugas, peningkatan kreativitas, produktivitas yang lebih besar, dan tingkat motivasi intrinsik yang lebih tinggi ketika instruksi disesuaikan dengan minat siswa.
Dengan menerapkan diferensiasi berbasis minat, guru tidak hanya menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih menarik, tetapi juga memberikan ruang bagi perkembangan potensi kreatif dan produktif siswa. Pemahaman guru terhadap minat siswa menjadi kunci dalam membentuk pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang keingintahuan dan motivasi intrinsik siswa.
3. Profil belajar siswa
Siswa seringkali memiliki preferensi belajar yang bervariasi. Beberapa siswa lebih suka berinteraksi dengan kelompok atau seluruh kelas, sementara yang lain merasa lebih nyaman bekerja sendiri. Preferensi juga dapat berkaitan dengan tipe pembelajaran, di mana ada siswa yang lebih responsif terhadap pembelajaran visual atau kinestetik, sedangkan yang lain lebih cenderung menjadi pembelajar verbal atau auditori. Ketika diferensiasi didasarkan pada profil pembelajaran ini, setiap siswa diberi kesempatan untuk belajar dengan cara yang paling alami dan efisien bagi mereka.
Misalnya, siswa dapat diberikan kesempatan untuk bekerja secara mandiri, berpasangan, atau dalam kelompok. Lingkungan kerja juga dapat disesuaikan dengan berbagai preferensi belajar, termasuk pilihan tempat yang tenang atau diiringi oleh musik, pencahayaan yang remang-remang atau terang, serta penggunaan meja atau meja bukan meja. Faktor kunci dalam profil belajar siswa mencakup preferensi terhadap lingkungan belajar, orientasi kelompok, gaya kognitif, dan preferensi kecerdasan (Santangelo & Tomlinson, 2009, dalam Stephen, 2013).
Profil belajar merujuk pada cara individu belajar dengan paling baik. Terkadang, secara tidak sadar, guru dapat cenderung memilih metode pengajaran yang sesuai dengan gaya belajar mereka sendiri. Kesadaran terhadap hal ini sangat penting agar guru dapat bervariasi dalam metode dan pendekatan pengajarannya. Profil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti preferensi terhadap lingkungan belajar (misalnya, suhu ruangan, tingkat kebisingan, pencahayaan), pengaruh budaya (santai-terstruktur, pendiam-ekspresif, personal-impersonal), dan preferensi gaya belajar (visual, auditori, kinestetik).
Gaya belajar visual melibatkan penggunaan gambar, diagram, presentasi visual, sementara gaya auditori melibatkan pendengaran, seperti mendengarkan penjelasan guru atau berpartisipasi dalam diskusi. Gaya belajar kinestetik melibatkan pembelajaran melalui tindakan langsung atau kegiatan fisik. Mengingat
25
variasi gaya belajar ini, guru diharapkan menggunakan kombinasi metode pengajaran. Selain itu, preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk, seperti visual-linguistik, naturalis, logic-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan verbal-linguistik, juga perlu dipertimbangkan dalam proses diferensiasi pembelajaran.
4. Diferensiasi Konten
Setelah guru memahami tingkat kesiapan, minat, dan profil pembelajaran siswa, mereka dapat terlibat dalam diferensiasi konten, proses, dan produk yang efektif dan sesuai. Tomlinson menekankan bahwa konten tidak hanya mencakup “Apa yang diajarkan,” tetapi juga “Bagaimana siswa mengakses materi yang diajarkan.” Oleh karena itu, untuk sebagian besar, isi pembelajaran harus tetap relatif konstan di seluruh peserta didik, sementara guru dapat bervariasi dalam cara siswa mendapatkan akses ke konten tertentu untuk memenuhi kebutuhan individual siswa.
Beberapa strategi diferensiasi konten melibatkan penyediaan materi teks pada berbagai tingkat kerumitan bacaan, pemadatan kurikulum, penggunaan instruksi kelompok kecil untuk mendukung siswa, menyediakan materi dalam format audio atau video, penggunaan penyelenggara pencatat, menyoroti bagian kunci dari teks, dan penggunaan manipulatif (Tomlinson).
Heacox (2002), seperti yang dijelaskan oleh Stephen (2013), menyarankan bahwa guru dapat membedakan konten dengan memberikan siswa pilihan untuk mengeksplorasi sub-topik dalam topik atau unit utama. Saat setiap siswa mempresentasikan informasi tentang sub-topik yang mereka pilih, seluruh kelas dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang topik secara keseluruhan.
Anderson (2007), juga mengutip oleh Stephen (2013), mengemukakan bahwa guru dapat membedakan konten melalui pengelompokan fleksibel di mana siswa dapat bekerja secara berpasangan, kelompok kecil, atau secara mandiri. Media seperti buku, kaset, atau internet dapat digunakan sebagai alat untuk mendukung pemahaman dan pengetahuan siswa tentang suatu topik atau konsep. Penting untuk dicatat bahwa sementara semua siswa didorong untuk bekerja sesuai dengan kecepatan mereka sendiri, diferensiasi konten mencakup strategi pengorganisasian dan format penyampaian konten, yang melibatkan berbagai materi seperti buku teks, grafik, diagram, video pembelajaran, rekaman suara, atau penjelasan yang disampaikan oleh guru.
5. Diferensiasi proses
Seperti diferensiasi konten, diferensiasi proses juga merupakan aspek penting dalam menanggapi tingkat kesiapan, minat, dan profil pembelajaran siswa (Tomlinson, 2001). Menurut Anderson (2007), diferensiasi proses dalam
26
pembelajaran merujuk pada “bagaimana peserta didik memahami dan mengasimilasi fakta, konsep, atau keterampilan.” Adapun strategi untuk melakukan diferensiasi proses yang efektif mencakup:
a. Kegiatan Berjenjang:
Memasukkan kegiatan dengan tingkat kompleksitas yang bervariasi untuk mengoptimalkan pengalaman belajar setiap siswa. Ini dapat membantu siswa dengan tingkat kesiapan yang berbeda untuk tetap terlibat dalam pembelajaran.
- Memberikan Arahan pada Berbagai Tingkat Kekhususan:
Memberikan arahan dengan tingkat kekhususan yang bervariasi, memungkinkan siswa untuk mendekati materi dengan cara yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan keterampilan mereka.
- Memvariasikan Kecepatan Kerja:
Memberikan fleksibilitas dalam kecepatan kerja siswa, memungkinkan mereka untuk mengatasi materi dengan tempo yang sesuai dengan kemampuan dan gaya belajar individu mereka.
- Menawarkan Banyak Pilihan Ekspresi:
Memberikan berbagai cara kepada siswa untuk mengekspresikan pemahaman mereka, mempertimbangkan preferensi dan kekuatan individu mereka.
- Memberi Siswa Topik Alternatif:
Menciptakan pilihan topik atau proyek yang berbeda agar siswa dapat fokus pada area yang sesuai dengan minat mereka.
- Menciptakan Aktivitas yang Selaras dengan Modalitas Belajar:
Menyesuaikan aktivitas pembelajaran dengan berbagai modalitas belajar, seperti taktile, auditori, atau visual, untuk mendukung gaya belajar siswa (Sylwester, 2003; Tomlinson, 2005a, 2005b).
Kegiatan ini, yang disebut sebagai “kegiatan pembuatan makna” oleh Tomlinson (2005a), memungkinkan siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang materi yang diajarkan. Dengan demikian, diferensiasi proses bukan hanya tentang bagaimana guru memutuskan untuk mengajar (misalnya, melalui kuliah, pusat belajar, kelompok kecil, atau seluruh kelas), tetapi juga melibatkan strategi yang mendorong siswa untuk menggunakan berbagai metode untuk menjelajahi konten secara menyeluruh. Ini dapat mencakup berpikir tingkat tinggi, berpikir terbuka, kegiatan penemuan, penalaran, dan penelitian (Bailey & Williams-Black, 2008).
27
Dengan demikian, diferensiasi proses merujuk pada strategi untuk membedakan cara siswa menjalani pembelajaran, memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami konten secara efektif. Pendekatan ini mencakup kegiatan berjenjang, memberi siswa kontrol atas cara mereka bekerja, dan memberikan fleksibilitas dalam kecepatan kerja atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
- Diferensiasi produk
Dalam konteks pembelajaran, Tomlinson (2005a, 2005b), seperti yang dijelaskan oleh Stephen (2013), menyoroti pentingnya produk sebagai penilaian puncak yang memungkinkan siswa menunjukkan pemahaman dan penerapan pengetahuan dan keterampilan setelah melewati segmen pengajaran yang signifikan. Dalam diferensiasi produk, penting untuk menawarkan berbagai jalur kepada siswa agar mereka dapat menunjukkan penguasaan tujuan pembelajaran dengan cara yang sesuai dengan gaya dan preferensi pembelajaran masing-masing.
Tugas diferensiasi produk yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
a. Kriteria yang Jelas dan Sesuai:
Menawarkan siswa kriteria penilaian yang jelas dan sesuai untuk mencapai kesuksesan dalam tugasnya.
b. Fokus pada Relevansi dan Aplikasi Dunia Nyata:
Memastikan bahwa tugas produk difokuskan pada relevansi dengan dunia nyata, sehingga siswa dapat melihat keterkaitan antara pembelajaran mereka dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
c. Pemikiran Kreatif dan Kritis:
Mendorong pemikiran kreatif dan kritis siswa, memungkinkan mereka tidak hanya untuk menguasai materi, tetapi juga mengembangkan kemampuan berpikir analitis dan inovatif.
d. Berbagai Mode Ekspresi:
Memberikan opsi berbagai mode ekspresi, mengakomodasi gaya belajar yang berbeda-beda di antara siswa.
Santangelo & Tomlinson (2009), dalam pandangan mereka yang diakui oleh Stephen (2013), menekankan pentingnya memberikan perancah dan dukungan memadai kepada siswa dalam menyelesaikan tugas produk. Hal ini mencakup memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan evaluasi diri dan mendapatkan umpan balik dari teman sebaya. Pendekatan ini memberikan siswa
28
lebih banyak kendali atas proses pembelajaran mereka dan memperhitungkan profil pembelajaran mereka.
Bailey & Williams-Black (2008), sebagaimana dikutip oleh Stephen (2013), menambahkan dimensi lain dengan mengemukakan bahwa diferensiasi produk memungkinkan siswa untuk memilih cara mereka sendiri dalam menunjukkan pemahaman mereka terhadap materi yang diajarkan. Dengan memberi siswa kebebasan ini, mereka cenderung memilih metode yang sesuai dengan profil pembelajaran mereka sendiri, meningkatkan peluang kesuksesan dalam pembelajaran.
Dengan demikian, diferensiasi produk merujuk pada strategi untuk membedakan hasil belajar siswa, mencakup hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari. Pendekatan ini mengakui keunikan setiap siswa dan memberikan mereka kesempatan untuk mengekspresikan pemahaman mereka dengan cara yang sesuai dengan gaya dan preferensi belajar individu mereka.
7. Peran Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi
Dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi, penilaian memiliki peran sentral yang tidak bisa diabaikan. Seorang guru diharapkan memiliki pemahaman yang terus berkembang tentang kemajuan akademik siswanya untuk merencanakan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan tersebut. Penilaian berfungsi sebagai suatu kompas yang mengarahkan praktik pembelajaran berdiferensiasi dengan menyelaraskan pengajaran dengan kemajuan individual siswa.
Tomlinson & Moon (2013: 18), dalam panduan Pendidikan Guru Penggerak, mendefinisikan penilaian sebagai proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup informasi yang membantu guru memahami siswanya, memantau proses belajar mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif.
Penilaian dalam kelas dapat dipandang dari tiga perspektif:
a. Assessment for Learning (Penilaian Selama Pembelajaran):
Dilakukan selama proses pembelajaran dan digunakan sebagai dasar untuk perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif atau berkelanjutan.
b. Assessment of Learning (Penilaian Setelah Pembelajaran):
Dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif.
29
c. Assessment as Learning (Penilaian sebagai Proses Belajar):
Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan penilaian. Dapat berfungsi sebagai penilaian formatif.
Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peran penting. Penilaian ini dilakukan selama proses pembelajaran untuk memonitor dan mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa. Guru dapat menggunakan berbagai strategi untuk melakukan penilaian formatif, seperti observasi, tanya jawab, refleksi, dan diskusi.
Beberapa strategi penilaian formatif melibatkan aktivitas sehari-hari, seperti:
- Tiket Keluar: Pertanyaan yang diajukan sebelum kelas berakhir.
- Berbagi Tiga Puluh Detik: Siswa berbagi pemahaman mereka selama tiga puluh detik.
- Nama dalam Toples: Siswa menulis nama dan dimasukkan dalam toples.
- 3-2-1: Siswa merangkum atau menyimpulkan pembelajaran.
- Refleksi: Aktivitas refleksi untuk memahami pemahaman siswa.
- Pojok Pemahaman: Siswa pergi ke pojok kelas sesuai pemahaman mereka.
- Strategi 5 Jari: Siswa menggunakan jari untuk mendeskripsikan pemahaman mereka.
Dengan memahami dan menerapkan penilaian formatif secara efektif, guru dapat memetakan kebutuhan belajar siswa, memaksimalkan peluang pertumbuhan, dan meningkatkan kesuksesan siswa dalam materi atau topik tertentu. Dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi, kemampuan guru untuk menilai dan menganalisis menjadi keterampilan kunci untuk sukses implementasi.
Simpulan Dan Implikasi
Simpulan
Pembelajaran berdiferensiasi menawarkan pendekatan yang menarik untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam di kelas. Terlepas dari sejumlah penelitian yang menyoroti keberhasilan metode ini, terdapat tantangan yang perlu diatasi agar implementasinya dapat optimal.
Beberapa temuan menarik dari penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi efektif meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan penalaran matematis siswa (Siburian et al., 2019; Ditasona, 2013). Namun, keterbatasan literatur menyoroti perluasan penelitian untuk mencakup mata pelajaran lain dan konteks pendidikan yang lebih luas.
Tantangan utama muncul dari kendala waktu yang dihadapi oleh guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi (Smets & Struyven,
30
2020). Diperlukan investasi waktu yang signifikan untuk mengorganisir dan menjadwalkan kegiatan individu dan kelompok, terutama dalam kelas yang berukuran besar. Memahami preferensi diferensiasi pribadi guru menjadi kunci, dan pendidikan kontekstual yang mendalam diperlukan untuk mendukung implementasi yang efektif (Godor, 2021).
Penelitian lebih lanjut menyoroti perluasan pemahaman kita terhadap implementasi berdiferensiasi, terutama dalam konteks siswa dengan kebutuhan khusus (Strogilos et al., 2021). Keseimbangan yang kurang dalam penerapan berdiferensiasi dapat merugikan siswa-siswa ini, menandakan bahwa pendekatan inklusif memerlukan perhatian lebih serius.
Pentingnya memanfaatkan teknologi digital sebagai pendukung pembelajaran berdiferensiasi menjadi sorotan terkini (Johler & Krumsvik, 2022). Guru memiliki potensi besar untuk menggunakan teknologi ini guna menciptakan lingkungan belajar yang inklusif. Oleh karena itu, peningkatan pemahaman dan penerapan teknologi digital perlu diintegrasikan ke dalam strategi pembelajaran berdiferensiasi.
Pada intinya, kesuksesan pembelajaran berdiferensiasi memerlukan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan belajar siswa, kesiapan guru, dan integrasi teknologi (Tomlinson, 1999; Anderson, 2007). Sementara hasil penelitian menunjukkan dampak positif, tantangan implementasi perlu diatasi agar potensi penuh dari metode ini dapat direalisasikan. Pemahaman kontekstual, dukungan penuh terhadap guru, dan eksplorasi lebih lanjut terhadap peran teknologi digital dapat membawa pembelajaran berdiferensiasi ke tingkat yang lebih tinggi, menciptakan ruang kelas yang inklusif dan dinamis.
Implikasi
Berikut adalah beberapa implikasi praktis:
1. Penelitian Lebih Lanjut:
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk memahami bagaimana pembelajaran berdiferensiasi memengaruhi mata pelajaran lain dan situasi pembelajaran yang berbeda. Guru dan peneliti dapat bekerja sama untuk mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang metode ini.
2. Peningkatan Pelatihan Guru:
Guru perlu mendapatkan pelatihan yang mendalam untuk mengatasi kendala waktu dalam merencanakan pembelajaran yang berbeda-beda. Program pelatihan guru bisa fokus pada cara mengatasi tantangan sehari-hari dan memahami preferensi pembelajaran pribadi mereka.
31
3. Fokus pada Siswa dengan Kebutuhan Khusus:
Perhatian khusus perlu diberikan pada siswa dengan kebutuhan khusus, memastikan bahwa penerapan berdiferensiasi mendukung semua siswa.
Sekolah perlu mengembangkan kebijakan inklusif untuk memastikan bahwa setiap siswa merasa didukung.
4. Teknologi untuk Pengalaman Belajar yang Lebih Baik:
Guru perlu diberdayakan dengan keterampilan teknologi untuk mendukung pembelajaran yang berbeda-beda. Integrasi teknologi ke dalam pengajaran dapat memberikan alat yang bermanfaat bagi guru untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih menarik.
5. Perencanaan Kurikulum yang Menyesuaikan:
Perencanaan kurikulum dapat dilakukan dengan mempertimbangkan preferensi belajar siswa. Ini dapat menciptakan kurikulum yang lebih relevan dan menarik bagi siswa.
6. Keterlibatan Siswa yang Lebih Aktif:
Siswa dapat diberdayakan untuk lebih aktif dalam pembelajaran mereka sendiri, memilih cara yang sesuai untuk belajar. Memberikan siswa tanggung jawab lebih dalam proses pembelajaran mereka dapat meningkatkan keterlibatan mereka.
7. Lingkungan Pembelajaran yang Inklusif:
Penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran berbeda-beda. Komitmen penuh dari sekolah untuk menciptakan lingkungan inklusif akan memastikan keberhasilan semua siswa.
Dengan mempertimbangkan poin-poin ini, sekolah dapat membuat langkah-langkah positif menuju lingkungan pembelajaran yang mendukung keberagaman dan memastikan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan yang setara untuk sukses.
32
DAFTAR PUSTAKA
Chien, C.-W. (2015). Analysis of Taiwanese elementary school English teachers’ perceptions of, design of, and knowledge constructed about differentiated instruction in content. https://doi.org/10.1080/2331186X.2015.1111040
Cloud, E. B., Carpenter, D., Dever, D. A., Azevedo, R., & Lester, J. (2021). Game-Based Learning Analytics for Supporting Adolescents’ Reflection. https://doi.org/10.18608/jla.2021.7371
Dijkstra, E. M., Walraven, A., Mooij, T., & Kirschner, P. A. (2017). Factors affecting intervention fidelity of differentiated instruction in kindergarten. https://doi.org/10.1080/02671522.2016.1158856
Ditasona, C. (2013). Penerapan Pendekatan Differentiated Instruction Dalam Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Penalaran Matematis Siswa SMA. Tesis. Repository.upi.edu
ER, S., TOKER, Z., & YÜCELYİĞİT, S. (2022). In-Service Teachers’ Opinion about the Use of Video-based Self-Reflective Thinking for Pedagogical Development. Journal of Theoretical Educational Science. http://doi.org/10.30831/akukeg.1039752
Faber, J. M., Glas, C. A. W., & Visscher, A. J. (2018). Differentiated instruction in a data-based decision-making context. https://doi.org/10.1080/09243453.2017.1366342
Fitra, D. K. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Perspektif Progresivisme pada Mata Pelajaran IPA. Jurnal Filsafat Indonesia, 5(3).
Godor, B. P. (2021). The Many Faces of Teacher Differentiation: Using Q Methodology to Explore Teachers’ Preferences for Differentiated Instruction. https://doi.org/10.1080/08878730.2020.1785068
Gusteti, M. U., & Neviyarni. (2022). Pembelajaran Berdiferensiasi Pada Pembelajaran Matematika Di Kurikulum Merdeka. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Matematika dan Statistika, 3(3), https://doi.org/10.46306/lb.v3i3.180
Hockett, J. (2018). Differentiation Strategies and Examples: Grade 6-12.
Tennessee Department of Education.
Hiruy, A., & Melesse, S. (2022). Examining theory-practice gap in implementing
differentiated instruction (DI) in the Ethiopian TVET system: The case of
TVET colleges in Bahir Dar City.
33
Johler, M., & Krumsvik, R. J. (2022). Increasing inclusion through differentiated instruction in a technology-rich primary school classroom in Norway. https://doi.org/10.1080/03004279.2022.2143721
Joseph, S., Thomas, M., Simonette, G., & Ramsook, L. (2013). The impact of differentiated instruction in a teacher education setting: successes and challenges. International Journal of Higher Education. https://doi.org/10.5430/ijhe.v2n3p28
Kemdikbudristek. (2022). Modul Paket 2: Praktik Pembelajaran yang Berpihak Pada Murid. Pendidikan Guru Penggerak.
Martanti, F., Widodo, J., Rusdarti, R., & Priyanto, A. S. (2022). Penguatan Profil Pelajar Pancasila Melalui Pembelajaran Diferensiasi Pada Mata Pelajaran IPS di Sekolah Penggerak. Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana, ISSN 26866404, Universitas Negeri Semarang. http://pps.unnes.ac.id/prodi/prosiding-pascasarjana-unnes/
Martincova, J., Trubáková, L., & Fröhlichová, S. (2021). Pedagogical Concept of Self-Reflection of Student of Social Education: Qualitative Study of Self-Reflection Determinants. https://doi.org/10.12973/eu-jer.10.4.1793
Melesse, T., & Belay, S. (2022). Differentiating instruction in primary and middle schools: Does variation in students’ learning attributes matter? https://doi.org/10.1080/2331186X.2022.2105552
Shida, N., Abdullah, A. H., Osman, S., & Ismail, N. (2023). Design and development of critical thinking learning strategy in integral calculus. International Journal of Evaluation and Research in Education (IJERE),12(1), 284–291.
Siburian, R., Simanjuntak, S. D., & Simorangkir, F. (2019). Penerapan Pembelajaran Diferensiasi dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Pembelajaran Daring. Jurnal Riset Pendidikan Matematika.
Smets, W., & Struyven, K. (2020). A Teachers’ professional development
programme to implement differentiated instruction in secondary education:
How far do teachers reach.
Stairs-Davenport, A. (2021). “Where Do I Start?” Inquiry into K-12 Mainstream
Teachers’ Knowledge about Differentiating Instruction for ELLs in One
U.S. School District. Education Inquiry.
34
Strogilos, V., Lim, L., & Mohamed Buhari, N. B. (2021). Differentiated instruction for students with SEN in mainstream classrooms: contextual features and types of curriculum modifications. https://hdl.handle.net/10497/23447
Tomlinson, C. A. (1999). The Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All Learners. ASCD. Alexandria, Virginia, USA.
Tomlinson, C. A. (2001). How To Differentiate Instruction In Mixed-Ability Classrooms (2nd ed.). ASCD. Alexandria, Virginia, USA.
van Geel, M., Keuning, T., Frerejean, J., Dolmans, D., van Merriënboer, J., & Visscher, A. J. (2018). Capturing the complexity of differentiated instruction. School Effectiveness and School Improvement. https://doi.org/10.1080/09243453.2018.1539013
William, D. (2013). Assessment: The Bridge between Teaching and Learning.
Voice from the Middle, 21.
Zelalem, A., Melesse, S., & Seifu, A. (2022). Teacher educators’ self-efficacy and perceived practices of differentiated instruction in Ethiopian primary teacher education programs: Teacher education colleges in Amhara regional state in focus. https://doi.org/10.1080/2331186X.2021.2018909
Zerai, D., Eskelä-Haapanen, S., Posti-Ahokas, H., & Vehkakoski, T. (2021). The
meanings of differentiated instruction in the narratives of Eritrean teachers.
Pedagogy, Culture & Society.
Zuliani, D., Florentinus, T. S., & Ridlo, S. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian Karakter pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar. Journal of Educational Research and Evaluation.
35