INVESTIGATING THE TEACHING METHODS AS A POSSIBLE CAUSE OF LEARNING DIFFICULTIES

INVESTIGATING THE TEACHING METHODS AS A POSSIBLE CAUSE OF LEARNING DIFFICULTIES

Khairatul Ulya Ilma,

Abstrak

Kesulitan belajar merupakan tantangan besar dalam pendidikan yang dialami oleh siswa dari berbagai tingkat kemampuan akademik. Penelitian ini mengeksplorasi hubungan metode pengajaran dengan kemunculan masalah belajar pada siswa. Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur untuk mengkaji topik tersebut. Referensi literatur yang digunakan berasal sumber-sumber relevan dari buku, jurnal, artikel dan dokumen lainnya. Data yang sudah terkumpul disaring dan diimplementasikan ke dalam bentuk tulisan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa metode pengajaran yang tidak tepat dapat menyebabkan dan bahkan memperparah kesulitan belajar.

Kata Kunci: Teaching Methods, Learning Difficulties

Pendahuluan

Siswa dengan kesulitan belajar adalah kelompok yang awalnya dikenal dengan istilah “slow learner” dan “low achievers” (Westwood, 2008). Badian (1996) bahkan menyebut siswa inimengalami masalah belajar “garden variety”, istilah yang menggambarkan masalah belajar yang umum terjadi pada banyak siswa tanpa memandang latar belakang. Artinya kesulitan belajar tidak hanya terbatas pada siswa dengan kemampuan akademik rendah saja, siswa yang berprestasi tinggi dan dengan kemampuan rata-rata juga menghadapi hambatan dan tantangan yang menghalangi siswa mencapai hasil belajar yang diinginkan (Irsyad et al., 2023).

Twomey (2006) mengemukakan tiga perspektif mengenai kesulitan belajar dan akar penyebabnya, dimana setiap perspektif menekankan faktor-faktor dan karakteristik yang berbeda pada setiap siswa. Ketiga perspektif ini disebut sebagai (a) the deficit model: kesulitan belajar disebabkan oleh kelemahan kognitif dan perseptual pada siswa. Aborsi (2007) juga menjelaskan latar belakang yang kurang beruntung seperti keluarga yang tidak berfungsi, masalah kesehatan,

kemiskinan, dll juga dapat berkontribusi pada kesulitan belajar. (b) the inefficient learner model: kesulitan belajar terjadi karena siswa belum menemukan cara belajar yang efektif di sekolah (Twomey, 2006). (c) the environment factors model: sebagian besar kesulitan belajar pada dasarnya disebabkan oleh pengaruh lingkungan seperti kurikulum dan metode pengajaran, yang paling signifikan adalah kualitas dan kesesuaian pengajaran yang diterima oleh siswa (Hotchkis, 1999). Elksnin (2002) bahkan menggambarkan sekelompok besar siswa dengan kesulitan non-spesifik sebagai “korban dari kurikulum pendidikan. Ini menjelaskan bahwa kesulitan belajar tidak disebabkan oleh masalah internal dari siswa, melainkan hasil dari kurikulum atau metode pengajaran yang mungkin tidak sesuai bagi siswa.

Kebanyakan siswa tidak mengalami kesulitan belajar karena kelemahan spesifik dalam diri siswa, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses pembelajaran (Westwood, 2008). Hal ini sejalan dengan Kershner (2000) yang menekankan bahwa ketika siswa mengalami kesulitan belajar, penyebabnya lebih terkait dengan pengalaman belajar dan bagaimana siswa belajar bukan karena kekurangan intelektual intrinsik. Hasil dari studi Sari (2017) mengungkapkan terdapat empat faktor eksternalnya yang menjadi penyebab kesulitan belajar, yaitu metode pengajaran guru 31,4 %, orang tua 11,9%, teman sebaya 10,2% dan lingkungan 7,1%. Metode pengajaran yang digunakan guru memiliki dampak yang signifikan terhadap kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Ketidaksesuaian antara metode pengajaran dengan gaya belajar siswa atau ketidakmampuan guru untuk mengajar secara efektif dapat menjadi penyebab utama kesulitan belajar (Damayanti, 2016; Rosyidah et al., 2015; Ixganda & Suwahyo, 2015; Jamal, 2014).

Berdasarkan tinjauan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesulitan belajar dapat dialami oleh siswa dengan berbagai tingkatan kemampuan. Berbagai perspektif tentang kesulitan belajar, mulai dari model defisit yang menyoroti kelemahan internal siswa, model pengajaran yang tidak efisien, hingga faktor lingkungan, menunjukkan kompleksitas permasalahan ini. Di antara faktor-faktor tersebut, metode pengajaran yang diterapkan oleh guru dipandang sebagai kontributor signifikan terhadap kesulitan belajar.

Penelitian ini akan menelusuri bagaimana metode pengajaran sebagai salah satu penyebab utama dari kesulitan belajar, serta mendalami hubungan antara metode pengajaran yang digunakan oleh guru dengan kemunculan kesulitan belajar siswa. Tujuannya adalah untuk

memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang sejauh mana metode pengajaran dapat memengaruhi dan bahkan memperparah kesulitan belajar siswa.

Methodologi

Penulis melakukan penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur. Tinjauan literatur adalah data yang diambil dari ringkasan artikel jurnal, buku, dan dokumen lain yang menjelaskan informasi yang diambil untuk topik penelitian (Creswell, 2012). Dalam penelitian literatur ini, penulis mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang relevan dari buku, jurnal, artikel dan dokumen lainnya. Penulis menyaring data yang sudah terkumpul dan mengimplementasikan ke dalam bentuk tulisan.

Hasil dan Pembahasan

Sikap dan Keyakinan Guru terhadap Tantangan yang Dihadapi Siswa

Guru cenderung mengikuti model defisit (Westwood, 2008). Masalah atau kesulitan belajar cenderung dianggap sebagai kesalahan siswa, seperti motivasi yang kurang atau keterbatasan kemampuan, jarang sekali guru berusaha untuk meningkatkan kualitas mengajar atau membantu siswa menemukan cara belajar yang lebih efektif (De Meyer, et al., 2016). Keyakinan bahwa kesulitan belajar terjadi karena karakteristik bawaan dan pengaruh lingkungan rumah dan budaya, maka secara umum akan membuat guru enggan untuk merefleksikan pendekatan pengajaran atau kurikulum yang digunakan (McCowen, 1998). Penelitian menunjukkan bahwa banyak guru mengikuti pola pengajaran yang sudah ditetapkan dan dalam banyak kasus guru tidak sepenuhnya paham bahwa setiap anak memiliki karakteristik dan kebutuhan belajar yang unik (Graham, 2013).

Setiap siswa memiliki karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda seperti keterampilan dasar, bakat, minat, kecepatan dan gaya belajar (Siska et al., 2022). Rosilah, et al (2022) menjelaskan bahwa sebagian guru cenderung menganggap siswa yang kurang berhasil dalam belajar dan siswa dengan kesulitan belajar sebagai kelompok homogen dengan karakteristik dan kebutuhan belajar yang sama. Jika guru memiliki keyakinan seperti ini, maka sulit bagi guru untuk dapat memberikan perhatian khusus dan intervensi yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa.

Ada juga keyakinan bahwa siswa dengan kecenderungan belajar akan menunjukkan perilaku mengganggu di kelas (Bakker & Bosman, 2006) yang dapat mengalihkan perhatian guru saat mengajar, menghambat proses belajar dan mempengaruhi kualitas belajar siswa lain (Infantino

  • Little, 2005). Keyakinan guru dianggap relatif stabil dan sulit untuk diubah (Aas, et al., 2023) karena sering kali berakar pada pengalaman, pengetahuan, dan keyakinan yang telah terbentuk dari waktu yang lama (Pajares, 1992). Jika guru meyakini bahwa perilaku mengganggu yang dimiliki oleh siswa disebabkan oleh faktor bawaan dan latar belakang,tanpa mempertimbangkan penyebab kontekstual seperti kurikulum dan metode pengajaran yang tidak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa (Messiou & Ainscow, 2015; Orsati & Causton-Theoharis, 2013; Maguire, et al., 2010; Skidmore, 1999) guru akan merasa bahwa faktor-faktor tersebut berada diluar kendali guru dan tidak ada kemungkinan solusi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar (Nemer et al., 2019). Keyakinan terhadap model defisit ini juga cenderung membuat guru lebih fokus pada bagaimana manajemen kelas yang baik dari pada melakukan modifikasi atau diferensiasi dalam pengajaran (Bakker & Bosman, 2006).

Metode Pengajaran membuat masalah belajar semakin rumit

Westwood (2008) dalam bukunya menjelaskan bahwa sebagian guru mengasumsikan jika suatu materi diajarkan maka materi tersebut telah dipahami oleh siswa, dan jika siswa tidak paham maka masalahnya disebabkan oleh kekurangan yang dimiliki oleh siswa, bukan karena efektivitas dari metode pengajaran yang diterapkan. Realitanya tidak semua metode pengajaran efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan efektif untuk semua siswa. Scruggs & Mastropieri (2007) menekankan pentingnya menggunakan kombinasi metode pembelajaran dalam membantu siswa dengan kesulitan belajar. Keduanya menjelaskan bahwa beberapa capaian pendidikan tidak dapat dicapai dengan hanya menggunakan metode pengajaran langsung (teacher-directed) tetapi juga membutuhkan keterlibatan siswa dan diskusi secara langsung. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menguasai keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca dan matematika jika guru hanya mengandalkan pendekatan student centered learning pada tahap-tahap awal pembelajaran tanpa menggunakan pendekatan yang terstruktur dan terarah.

Penggunaan metode pengajaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan siswa dapat menghambat kemajuan dan memperburuk kesulitan belajar yang sudah ada. Misalnya, jika siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca tidak diberikan instruksi secara langsung dan terstruktur dalam keterampilan decoding dan fonik, siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan membaca dasar dan strategi pemahaman bacaan (Gersten et al.,

2001). Hal ini diperkuat dengan meta-analisis yang dilakukan oleh Swanson et al (1999) yang menunjukkan bahwa beberapa metode pengajaran seperti pemberian instruksi langsung dan pengajaran eksplisit tentang strategi belajar, memberikan pengaruh yang positif bagi siswa dengan kesulitan belajar dibandingkan dengan metode pengajaran yang kurang terstruktur atau student centered learning. Metode pengajaran yang tidak tepat dan efektif dapat menghambatkemajuan belajar siswa dan berkontribusi untuk menyebabkan kesulitan belajar berkelanjutan.

Siswa juga akan mengalami kesulitan jika guru cenderung ingin menyelesaikan pembelajaran dengan cepat. Penelitian Slavin (2014) menunjukkan bahwa ketika guru mengajar terlalu cepat, beberapa siswa akan merasa tertinggal karena waktu yang sedikit untuk dapat sepenuhnya memahami dan menginternalisasi materi, memperoleh pemahaman yang tidak merata dan menghambat kemajuan pembelajaran. Penelitian ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fuchs et al. (2007) yang mengevaluasi dampak dari penyampaian materi matematika dengan tempo pengajaran yang berbeda. Siswa yang berada di kelas dengan tempo pengajaran yang cepat cenderung memiliki pemahaman yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan.

Kurangnya waktu yang disediakan guru untuk kegiatan latihan dalam kelas juga dapat menghambat kemampuan siswa untuk memperkokoh pemahaman dan menerapkan pengetahuan secara efektif. Ketika siswa diberikan waktu yang cukup untuk latihan, siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk memperkuat pemahaman, meningkatkan keterampilan, dan mentransfer pengetahuan mereka ke dalam konteks yang berbeda. Sebaliknya, ketika waktu latihan terbatas, siswa mungkin menghadapi kesulitan dalam mengkonsolidasikan pembelajaran secara menyeluruh dan menerapkannya dengan efektif dalam situasi yang berbeda (Hattie, 2009; Marzano, 2007).

Masalah lainnya adalah ketika guru menggunakan bahasa yang kompleks saat memberikan instruksi dan penjelasan, hal ini dapat menghambat pemahaman siswa dan menghalangi proses belajar (Aborsi, 2007; Darling-Hammond & Bransford, 2005; Mayer & Moreno, 2003; Kintsch, 1998; Vygotsky, 1978; Cummins, 1979). Penggunaan bahasa yang kompleks dapat membebani kapasitas kerja memori siswa yang kemudian akan menghambat kemampuan siswa untuk memproses dan mengintegrasikan informasi baru (Sweller, 1988). Motivasi dan keterlibat siswa juga akan terganggu, Desi & Ryan (2000) menjelaskan pentingnya motivasi intrinsik untuk mencapai hasil yang optimal, kompleksitas bahasa guru akan membuat siswa merasa kewalahan

dan kurang tertarik dengan materi belajar yang berakibat pada menurunnya motivasi belajar siswa.

Perkembangan teknologi juga menuntut guru untuk memiliki kemampuan dalam menyediakan materi-materi pengajaran yang menarik, tetapi bagaimana materi-materi ini disampaikan dan didistribusikan belum sesuai dengan standar yang diharapkan (Endang et al, 2022). Ketersediaan sumber belajar yang sesuai berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar siswa (Banerjee & Duflo, 2007; Chudgar & Luschei, 2009). Pengajaran yang efektif melibatkan penerapan instruksi diferensial untuk mengakomodasi kebutuhan belajar yang beragam siswa (Tomlinson, 1999). Namun, kekurangan sumber belajar yang memadai dapat menghambat kemampuan guru dalam memberikan instruksi diferensial yang efektif. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa sumber belajar yang menarik dan memotivasi dapat meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa (Ryan

  • Deci, 2000; Schiefele et al., 2012). Namun, ketidaksesuaian atau sumber belajar yang tidak menarik dapat mengurangi minat dan keterlibatan siswa dalam proses belajar.

Manajemen kelas yang ramai dengan banyak gangguan dan kegiatan yang berlangsung secara bersamaan merupakan tantangan yang signifikan bagi guru. Situasi semacam ini dapat mengganggu konsentrasi dan partisipasi siswa, serta memiliki dampak negatif pada proses pembelajaran. Menurut Hattie (2009), ketika terdapat beberapa kegiatan yang berlangsung secara bersamaan di dalam kelas, situasi ini dapat dengan mudah mengalihkan fokus dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Pemikiran Hattie mengenai manajemen kelas yang penuh dengan gangguan didukung oleh Marzano, Marzano et al (2003) yang membahas strategi manajemen kelas yang berbasis penelitian, dengan menekankan pentingnya organisasi dan struktur dalam mengurangi gangguan dan meningkatkan keterlibatan siswa. Weinstein & Mignano (2007) membahas teknik pengelolaan kelas dasar, mengeksplorasi dampak faktor lingkungan terhadap perilaku siswa, dan menawarkan strategi praktis untuk mengurangi gangguan. Kounin (1970) memperkenalkan konsep “with-it-ness” dan menekankan peran guru dalam mencegah gangguan dan mempertahankan fokus siswa. Evertson & Weinstein (2006) menyediakan panduan komprehensif tentang manajemen kelas, dengan menawarkan strategi berbasis bukti untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, mengelola gangguan, dan mendorong partisipasi aktif siswa.

Evaluasi kemajuan harian siswa juga merupakan elemen penting dalam proses pendidikan. Hal ini membantu guru untuk mengidentifikasikan kesulitan yang mungkin dialami oleh siswa

(Slavin, 2014; Black & Wiliam, 1998; Brookhart, 2013; Chappuis et al., 2012; Heritage, 2010). Evaluasi berkelanjutan yang dilakukan oleh guru sangat penting untuk mengidentifikasi dan memberikan intervensi yang tepat bagi siswa dengan kesulitan belajar. Fletcheret al., (2007) menekankan bahwa jika guru tidak melakukan evaluasi yang berkelanjutan hal ini dapat menghambat kemajuan akademik dan kesejahteraan psikososial siswa. Jimerson et al., (2007) menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan dalam konteks Respons terhadap Intervensi (RTI), karena hal ini mempengaruhi pemetaan yang akurat terhadap kebutuhan siswa dan arah intervensi yang tepat. Kavale & Forness (2000) menyajikan analisis kritis tentang definisi kesulitan belajar, yang menegaskan kebutuhan akan evaluasi berkelanjutan oleh guru untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang kebutuhan siswa. Gersten & Dimino (2001) membahas pendekatan RTI dan menekankan pentingnya evaluasi berkelanjutan dalam mengidentifikasi perubahan kebutuhan siswa dan menyesuaikan intervensi. Mastropieri & Scruggs (2010) menyoroti pentingnya evaluasi berkelanjutan oleh guru untuk memahami kemajuan belajar, menentukan kebutuhan belajar siswa, dan merancang metode pengajaran yang tepat untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar.

Kesimpulan

Kesulitan belajar tidak hanya terbatas pada siswa dengan kemampuan akademik rendah saja, siswa yang berprestasi tinggi dan dengan kemampuan rata-rata juga menghadapi hambatan dan tantangan yang menghalangi siswa mencapai hasil belajar yang diinginkan. Banyak faktor yang menyebabkan kesulitan belajar. Di antara faktor-faktor tersebut, metode pengajaran yang diterapkan oleh guru dipandang sebagai kontributor signifikan terhadap kesulitan belajar. Sikap dan keyakinan guru terhadap siswa dengan kesulitan belajar masih mengikuti pola model defisit yang membuat guru enggan untuk melakukan refleksi terhadap metode pengajaran yang digunakan. Penggunaan metode pengajaran dapat menyebabkan kesulitan belajar dan bahkan memperparah kesulitan yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari guru yang belum bisa menggunakan metode-metode pengajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa, cenderung menyelesaikan kurikulum ajar dengan cepat, kurang menyediakan waktu untuk latihan, menggunakan bahasa yang kompleks ketika proses belajar, menggunakan materi ajar yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman, karakteristik dan kebutuhan siswa, manajemen kelas yang buruk dan tidak melakukan evaluasi berkelanjutan

untuk memahami kemajuan belajar, menentukan kebutuhan belajar siswa, dan merancang metode pengajaran yang tepat untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Aas, H. K. 2021. “Learning Through Communication: Exploring Learning Potential in Teacher Teams Lesson Study Talk.” International Journal for Lesson & Learning Studies 10 (1): 47–59. doi:10.1108/ IJLLS-07-2020-0046.

Abosi, O. (2007). Educating children with learning disabilities in Africa. Learning Disabilities Research and Practice, 22, 3, 196–201.

Badian, N. A. (1996). Dyslexia: A validation of the concept at two age levels. Journal of Learning Disabilities, 29, 1, 102–112.

Bakker, J. T. A., & Bosman, A. M. T. (2006). Teachers’ perceptions of remediation possibilities of Dutch students in special education. British Journal of Educational Psychology, 76, 745–759.

Banerjee, A. V., & Duflo, E. (2007). The economic lives of the poor. Journal of Economic Perspectives, 21(1), 141-167.

Black, P., & Wiliam, D. (1998). Inside the Black Box: Raising Standards Through Classroom Assessment.

Brookhart, S. M. (2013). How to Give Effective Feedback to Your Students.

Chappuis, J., Stiggins, R., Chappuis, S., & Arter, J. (2012). Classroom Assessment for Student Learning: Doing It Right—Using It Well.

Chudgar, A., & Luschei, T. F. (2009). Teaching reading in rural India: An evaluation of the Akshara Program. World Development, 37(3), 619-627.

Creswell,  J.     W.  (2012).  Educational  Research:  Planning,  Conducting,  and  Evaluating

Quantitative and Qualitative Research, Fourth Edition. Boston: Pearson.

Cummins, J. (1979). Cognitive/academic language proficiency, linguistic interdependence, the optimum age question, and some other matters. Working Papers on Bilingualism, 19, 121-129.

Damayanti, Ainna. 2016. “Kesulitan-Kesulitan Belajar Pada Peserta Didik Kelas Non Reguler Pada Mata Pelajaran IPS SMP Negeri 5 Yogyakarta”. Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 5, No. 10, hal. 1-14

Darling-Hammond, L., & Bransford, J. (Eds.). (2005). Preparing teachers for a changing world:

What teachers should learn and be able to do. Jossey-Bass.

De Meyer, D., Soenens, B., Vansteenkiste, M., Aelterman, N., Van Petegem, S., & Haerens, L (2016). Do Students with Different Motives for Physical Education Respond Differently to autonomy-supportive and Controlling Teaching?. Psychology of Sport and Exercise. Vol 22, 72-82.

Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “what” and “why” of goal pursuits: Human needs and the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4),227-268.

Elksnin, L. K. (2002). Redefining LD is not the answer. In R. Bradley, L. Danielson, & D. P.

Hallahan  (Eds.),  Identification  of  learning  disabilities:  research  to  practice  (pp.

251–261). Mahwah, NJ: Erlbaum.

Endang, Susilaningsih., Nurkintan, Aprilia., Sri, Ayatina, Hayati. (2022). The Effectiveness of Teaching Materials Loaded with Blended Learning with a Scientific Approach on Buffer Solution Learning. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, doi: 10.15294/jipk.v16i1.33774.

Evertson, C. M., & Weinstein, C. S. (2006). Handbook of classroom management: Research, practice, and contemporary issues. Lawrence Erlbaum Associates.

Fletcher, J. M., Lyon, G. R., Fuchs, L. S., & Barnes, M. A. (2007). Learning Disabilities: From Identification to Intervention.

Fuchs, L. S., Fuchs, D., Hamlett, C. L., Walz, L., & Germann, G. (2007). Formative evaluation of academic progress: How much growth can we expect? School Psychology Review, 36(4), 553-566.

Gersten, R., & Dimino, J. (2001). RTI (Response to Intervention): Raising Questions and Providing Guidance.

Gersten, R., Fuchs, L. S., Williams, J. P., & Baker, S. (2001). Teaching Reading Comprehension Strategies to Students With Learning Disabilities: A Review of Research. Review of Educational Research, 71(2), 279-320. https://doi.org/10.3102/0034654307100227.

Graham, Nuthall. (2013). The Cultural Myths and the Realities of Teaching and Learning. The New Zealand Annual Review of Education, doi: 10.26686/NZAROE.V0I11.1414.

Hattie, J. (2009). Visible Learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Routledge.

Hattie, J. (2009). Visible Learning: A synthesis of over 800 meta-analyses relating to achievement. Routledge.

Heritage, M. (2010). Formative Assessment: Making It Happen in the Classroom.

Hotchkis, G. D. (1999). Some existing impediments to attaining excellence in a new century.

Australasian Journal of Special Education, 22, 3, 148–157.

Infantino, J., and E. Little. 2005. “Students’ Perceptions of Classroom Behaviour Problems and the Effectiveness of Different Disciplinary Methods.” Educational Psychology 25 (5): 491–508. doi:10. 1080/01443410500046549.

Irsyad, W., SyahPutra, V., Yusri, F., & Yarni, L. (2023). Analisis Kesulitan Belajar Siswa dan Upaya Mengatasinya (Studi Kasus di MTs Nurul Ilmi Salimpat). Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahmah. 9 (1), 97-105.

Ixganda, Okxy., & Suwahyo. 2015. “Analisis Deskriptif Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Pada Mata Pelajaran Chassis Dan Pemindah Daya Siswa Kelas XI Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan”. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, Vol. 15, No. 2, hal 103-10.

Jamal,Fakhrul. 2014. “Analisis Kesulitan Belajar Siswa Dalam Mempelajari Matematika Pada Materi Peluang Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah Meulaboh Johan Pahlawan. Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1, No. 1, hal.18-36.

Jimerson, S. R., Burns, M. K., & VanDerHeyden, A. M. (2007). Handbook of Response to Intervention: The Science and Practice of Multi-Tiered Systems of Support.

Kavale, K. A., & Forness, S. R. (2000). What Definitions of Learning Disabilities Say and Don’t Say: A Critical Analysis.

Kershner, R. (2000). Teaching children whose progress in learning is causing concern. In D. Whitebread (ed.) The psychology of teaching and learning in primary school (pp.277–299). London: Routledge-Falmer

Kintsch, W. (1998). Comprehension: A paradigm for cognition. Cambridge University Press.

Kounin, J. S. (1970). Discipline and group management in classrooms. Holt, Rinehart and Winston

Maguire, M., S. Ball, and A. Braun. 2010. “Behaviour, Classroom Management and Student ‘Control’: Enacting Policy in the English Secondary School.” International Studies in Sociology of Education 20 (2): 153–170. doi:10.1080/09620214.2010.503066.

Marzano, R. J. (2007). The Art and Science of Teaching: A comprehensive framework for effective instruction. ASCD.

Marzano, R. J., Marzano, J. S., & Pickering, D. (2003). Classroom management that works:

Research-based strategies for every teacher. ASCD.

Mastropieri, M. A., & Scruggs, T. E. (2010). The Inclusive Classroom: Strategies for Effective Instruction.

Mayer, R. E., & Moreno, R. (2003). Nine ways to reduce cognitive load in multimedia learning.

Educational Psychologist, 38(1), 43-52.

McCowen, G. (1998). An evaluation of the theoretical positions that underpin explanations of the nature of learning and8). learning difficulties. Australian Journal of Learning Disabilities, 3, 3, 22–25.

Messiou, K., and M. Ainscow. 2015. “Responding to Learner Diversity: Student Views as a Catalyst for Powerful Teacher Development.” Teaching and Teacher Education 51: 246–255. doi:10.1016/j.tate. 2015.07.002.

Nemer, S. L., K. S. Sutherland, J. Chow, and R. L. Kunemund. 2019. “A Systematic Literature Review Identifying Dimensions of Teacher Attributions for Challenging Student Behavior.” Education & Treatment of Children 42 (4): 557–578. doi:10.1353/etc.2019.0026.

Orsati, F. T., and J. Causton-Theoharis. 2013. “Challenging Control: Inclusive Teachers’ and Teaching Assistants’ Discourse on Students with Challenging Behaviour.” International Journal of Inclusive Education 17 (5): 507–525. doi:10.1080/13603116.2012.689016.

Pajares, F. 1992. “Teachers’ Beliefs and Educational Research: Cleaning Up a Messy Construct.”

Review of Educational Research 62 (3): 307–332. doi:10.3102/00346543062003307.

Rosilah, Wahab., Mohd, Hanafi, Mohd, Yassin. (2022). Perception of special education program integration teachers in handwriting skills problems among students with special needs learning disability. International Journal of Education, Psychology and Counseling, doi: 10.35631/ijepc.746040.

Rosyidah, Aulia Nur., Witjaksono, Mit., & Inayati, Roufa. 2015. “Identifikasi Kesulitan Siswa Dalam Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa X IIS 1 Di SMA Islam Kepanjen Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014”. Jurnal Pendidikan Ekonomi, Vol. 8, No. 2, hal 96-107. (30/E/KPT/2018)

Sari, Rulli Lovita Arima. 2017. “Analisis Faktor Atas Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Ekonomi Peserta Didik Sekolah Menengah Atas Negeri Kelas X IPS Semester Gasal Di Kabupaten Sleman Tahun Ajaran 2016/2017”. Jurnal Pendidikan dan Ekonomi. Vol. 6, No. 5, hal. 465-476.

Schiefele, U., Schaffner, E., Möller, J., & Wigfield, A. (2012). Dimensions of reading motivation and their relation to reading behavior and competence. Reading Research Quarterly, 47(4), 427-463.

Scruggs, T. E., & Mastropieri, M. A. (2007). Science learning in special education: The case for constructed versus instructed learning. Exceptionality, 15, 2, 57–74.

Siska, Nerita., Jamaris, Jamna., Solfema, Solfema. (2022). Perbedaan Individu dalam Proses Pembelajaran dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Bioscientist : Jurnal Ilmiah Biologi, doi: 10.33394/bioscientist.v10i2.6333.

Skidmore, D. 1999. “Relationships Between Contrasting Discourses of Learning Difficulty.” European Journal of Special Needs Education 14 (1): 12–20.doi:10.1080/0885625990140102.

Slavin, R. E. (2014). Educational Psychology: Theory and Practice.

Slavin, R. E. (2014). Educational Psychology: Theory and Practice.

Swanson, H. L., Hoskyn, M., & Lee, C. (1999). Interventions for students with learning disabilities: A meta-analysis of treatment outcomes. New York: Guilford Press.

Sweller, J. (1988). Cognitive load during problem solving: Effects on learning. Cognitive Science, 12(2), 257-285.

Tomlinson, C. A. (1999). Mapping a route toward differentiated instruction. Educational Leadership, 57(1), 12-16.

Twomey, E. (2006). Linking learning theories and learning difficulties. Australian Journal of Learning Disabilities, 11, 2, 93–98.

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes.

Harvard University Press.

Weinstein, C. S., & Mignano, A. J. (2007). Elementary classroom management: Lessons from research and practice. McGraw-Hill Education.

Westwood, P (2008). What teachers need to know about learning difficulties. Camberwell, Vic.:

ACER Press.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *