PERAN EMPATI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOSOSIAL SISWA DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BERAGAM


PERAN EMPATI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PSIKOSOSIAL SISWA DENGAN LATAR BELAKANG BUDAYA BERAGAM

Nurra Gaia Dewiyanti 2307674

Latar Belakang Penelitian

Latar belakang penelitian mini ini didasarkan pada kebutuhan untuk memahami peran empati dalam konteks pendidikan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan psikososial siswa dari beragam budaya. Kesejahteraan psikososial siswa menjadi perhatian utama karena aspek psikologis dan sosial mempunyai dampak yang signifikan terhadap pengalaman belajar dan perkembangan siswa. Latar belakang budaya yang beragam dalam lingkungan pendidikan yang sama menciptakan tantangan dan peluang yang unik. Budaya memainkan peran penting dalam membentuk identitas pribadi dan mempengaruhi cara individu berinteraksi dan belajar. Oleh karena itu, peran empati dalam beradaptasi dan memahami keberagaman budaya sangatlah penting.

Empati guru, variabel kunci dalam penelitian ini, ditemukan menjadi faktor kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung kesejahteraan psikososial siswa. Dengan memahami secara mendalam pengalaman siswa dari beragam budaya, guru dapat memberikan dukungan emosional dan akademis yang lebih baik.

Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peran empati dalam meningkatkan kesejahteraan psikososial siswa dari latar belakang budaya yang beragam, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga untuk mengembangkan strategi atau program pendidikan yang lebih tepat sasaran dan komprehensif. Temuan penelitian ini dapat memberikan panduan praktis bagi para pendidik dan pemangku kepentingan pendidikan untuk menciptakan lingkungan belajar yang memperkuat peran empati sebagai sarana meningkatkan kesehatan psikososial siswa.

Rumusan Masalah

Menurut Suria Sumantri dalam (Andi, 2017 (Mulyani, Sri (2021)), rumusan masalah adalah suatu pertanyaan tentang suatu objek empiris yang mempunyai batas-batas yang jelas dan dapat diketahui faktor-faktor yang relevan. Berdasarkan latar belakang penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat empati guru dan kesejahteraan psikososial siswa. Pertanyaan penelitian ini mencoba menggali pemahaman mendalam tentang sejauh mana empati yang diperlihatkan oleh guru dapat memengaruhi kesejahteraan psikososial siswa di konteks pendidikan.

Penelitian ini juga berupaya untuk mengeksplorasi strategi atau program pendidikan yang dapat efektif meningkatkan tingkat empati di kalangan pendidik. Fokus penelitian mencakup identifikasi karakteristik empati guru yang memiliki dampak positif pada kesejahteraan psikososial siswa. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan intervensi atau program pendidikan yang dapat diterapkan untuk meningkatkan empati di kalangan guru, dengan tujuan mendukung kesejahteraan psikososial siswa secara lebih menyeluruh.

Tujuan Penelitian

Menurut Locke, Spirduso, dan Silverman (2013 (Creswell dan Creswell, 2022)), tujuan penelitian menjelaskan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian dan apa yang ingin peneliti capai. Berdasarkan pertanyaan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk mendalami dan mengevaluasi hubungan antara tingkat empati guru dan kesejahteraan psikososial siswa di konteks pendidikan. Dengan melakukan penilaian yang cermat, penelitian ini berupaya mengidentifikasi sejauh mana tingkat empati yang dimiliki oleh guru dapat memengaruhi kesejahteraan psikososial siswa. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah menyusun strategi atau program pendidikan yang konkret dan berdaya guna untuk meningkatkan tingkat empati di kalangan pendidik.

Dengan menitikberatkan pada pengembangan strategi tersebut, penelitian ini berharap memberikan kontribusi nyata dalam mengoptimalkan peran empati guru sebagai faktor penunjang kesejahteraan psikososial siswa. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mendalam dan solusi praktis untuk peningkatan kesejahteraan psikososial siswa melalui peran empati guru di lingkungan pendidikan.

Kajian Teori

Dalam bab ini berisi teori-teori yang mendukung penelitian yang dibagi menjadi 3 bagian:

empati, kesejahteraan psikososial siswa, dan budaya beragam.

1.    Empati

Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa penjelasan terkait empati berdasarkan pernyataan para ahli.

  1. Pengertian Empati

Menurut Siti Aisyah Boediarja (2009) dalam Zulvianti (2012), empati pertama kali dikemukakan pada tahun 1909, berasal dari kata latin “em” dan “pathos” yang berarti “merasa”. Menurut Aronfeed ((Eisenberg, 1989) dikutip dari Kau, 2010), empati pada awalnya diperoleh melalui pengkondisian atau asosiasi, di mana perasaan senang atau sakit anak berulang kali dikaitkan dengan ekspresi perasaan orang lain. Empati didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi sudut pandang atau perasaan orang lain (Pramuaji dan Loekmono, 2018). Singkatnya, empati dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memahami orang lain dan kemudian menunjukkan pemahaman tersebut (Gumer Erickson & Noonan, 2016). Maka dapat disimpulkan bahwa empati adalah suatu kemampuan atau usaha untuk merasakan, memahami, dan menunjukkan pemahaman terhadap perasaan atau sudut pandang orang lain, dengan akar kata yang mencerminkan esensi dari “merasa.”

  • Aspek-aspek dalam Empati

Davis, Sari& Eliza (2003) menjelaskan aspek-aspek empati, antaralain:

  1. Perspective tacking (Pengambilan Perspektif), merupakan kecenderungan Individu untuk mengambil alih secara spontan sudut pandang orang lain.
  • Pentingnya kemampuan dalam perspective taking untuk perilaku yang non-egosentrik, yaitu perilaku yang tidak berorientasi pada kepentingan diri sendiri, tetapi perilaku yang berorientasi pada kepentingan orang lain.
  • Fantasy (Imajinasi), merupakan kecenderungan seseorang untuk mengubah diri kedalam perasaan dan tindakan karakter-karakter khayalan yang terdapat pada buku-buku, layarkaca, bioskop, maupun dalam permainan-permainan
  • Empathic concer (Perhatian Empatik), merupakan orientasi seseorang terhadap orang lain berupa simpati, kasihan, dan peduli terhadap orang lain yang mengalami kesulitan. Aspek ini berhubungan secara positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang lain.
  • Personal distress (Distress Pribadi), merupakan orientasi seseorang terhadap dirinya sendiri yang berupa perasaan cemas dan gelisah pada situasi interpersonal.
  • Faktor-faktor Empati

Faktor-faktor Empati Faktor-faktor yang mempengaruhi empati menurut Hoffman

(2000) yaitu:

  1. Sosialisasi, Dengan adanya sosialisasi memungkinkan seseorang dapat mengalami sejumlah emosi, mengarahkan seseorang untuk melihat keadaan orang lain dan berpikir tentang oranglain.
  • Mood and feeling, Situasi perasaan seseorang ketika berinteraksi dengan lingkungannya akan mempengaruhi cara seseorang dalam memberikan respon terhadap perasaan dan perilaku oranglain.
  • Situasi dan tempat, padasituasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain.
  • Proses belajar dan identifikasi, apa yang telah dipelajari anak dirumah atau pada situasi tertentu diharapkan anak dapat menerapkannya pada lain waktu yang lebih luas.
  • Komunikasi dan bahasa, pengungkapan empati dipengaruhi oleh komunikasi (bahasa) yang digunakan seseorang. Perbedaan bahasa dan ketidak pahaman tentang komunikasi akan menjadi hambatan pada proses empati.
  • Pengasuhan, lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya.
  • Manfaat Empati

Menurut Davis (Howe (2015) dikutip dari Hartati dan Astriningsih, 2020), manfaat empati antara lain: 1) Individu yang mengetahui cara melihat dan mengenali emosi dari sudut pandang orang lain akan membantu menghindari konflik sosial; 2) Empati cenderung menghasilkan komunikasi yang lebih baik, akurat, dan konstruktif; 3)Empati membuat orang menjadi lebih baik hati, lebih perhatian, dan lebih bijaksana; 4) Empati yang baik cenderung mengevaluasi.

  • Kesejahteraan Psikososial Siswa

Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa penjelasan terkait kesejahteraan psikososial siswa berdasarkan pernyataan para ahli.

a) Pengertian Psikososial

Dikutip dari Immanuel (2016), Istilah psikologi sosial pertama kali digunakan oleh Erik Erikson, seorang psikolog yang mempelajari tahapan perkembangan emosi manusia (Desmita, 2008). Menurut Erik Erikson, istilah psikososial yang berkaitan dengan perkembangan manusia berarti tahapan kehidupan seseorang, mulai dari lahir hingga

mati, yang dibentuk oleh pengaruh sosial, berinteraksi dengan organisme yang matang secara fisik dan psikologis. Kementerian Kesehatan (2011) menjelaskan bahwa psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik psikologis maupun sosial, yang mempunyai pengaruh timbal balik.

Masalah kejiwaan dan sosial mempunyai efek interaktif, bersumber dari perubahan sosial dan/atau gejolak sosial di masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Rosya, 2019). Menurut Syam ((2014) dikutip dari Nurfitri, 2022), psikologi sosial adalah upaya untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksi bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan seseorang dipengaruhi oleh apa yang mereka anggap sebagai pikiran, perasaan, dan tindakannya, serta tindakan orang lain (yang memiliki pengaruh). kehadirannya mungkin nyata atau khayalan). atau tersirat). Dapat disimpulkan bahwa psikososial merangkum aspek-aspek kehidupan individu yang melibatkan pengaruh sosial, perkembangan fisik dan psikologis, serta interaksi kompleks antara masalah kejiwaan dan sosial.

b) Kesejahteraan Psikososial

Kesejahteraan psikosisal dapat dipengaruhi dari kualitas individu dalam kelompok. Karena setiap individu memiliki kesejahteraan psikologisnya masing-masing. Sementara itu, kesejahteraan psikologis adalah kemampuan individu yang merasakan dengan baik dan dapat berfungsi secara efektif. Individu yang mempunyai perasaan yang baik berarti menghadirkan emosi positif kepuasan, kebahagiaan, rasa percaya diri dan minat (Suresh, Jayachander, & Joshi, 2013). Kesejahteraan psikologis adalah kemampuan individu untuk dapat memenuhi dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yaitu penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Ryff 1989; Ryff & Keyes, 1995).

Menurut Baron dan Byrne (2015), kesejahteraan dapat dikaitkan dengan altruisme yang mana merupakan bentuk khusus dalam penyesuaian perilaku individu yang ditujukan demi kepentingan orang lain, biasanya merugikan diri sendiri dan biasanya termotivasi oleh hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain agar lebih baik tanpa mengharapkan penghargaan. Menurut Staub (pratiwi, 2009) perilaku menolong, menyumbang, bekerjasama, 11 peduli pada orang lain, berbagi dan memberi fasilitas bagi kesejahteraan orang lain merupakan beberapa macam perilaku altruisme.

c) Aspek-aspek Psikososial

Psikologi sosial menekankan pada eratnya hubungan antara aspek psikologis (pikiran, perasaan, dan perilaku) dengan pengalaman sosial (hubungan sosial, tradisi, dan budaya) (Indasari dkk, 2020). Menurut Muhibbin Syah (Rijal & Bachtiar, 2015), aspek psikologis meliputi:

  1. Kecerdasan siswa, yaitu tingkat kecerdasan sangat menentukan tingkat keberhasilan akademik siswa.
  • Sikap positif siswa, tanggapan yang relatif konsisten terhadap benda, orang, barang, dan sebagainya, merupakan indikator awal yang baik dari proses belajar siswa.
  • Bakat siswa, yaitu kemampuan individu dalam menyelesaikan tugas tertentu tanpa terlalu bergantung pada upaya pendidikan dan pelatihan.
  • Minat siswa, yaitu kecenderungan dan semangat yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu
  • Motivasi siswa, yaitu keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu.

Adapun aspek sosial siswa, menurut Gresham dan Elliot (1990) dikutip dari (Wati, Maruti, & Budiarti, 2020), keterampilan sosial memiliki beberapa aspek yang membantu siswa meningkat. Aspek keterampilan sosial tersebut meliputi aktivitas kooperatif siswa, hubungan, tanggung jawab, empati, dan pengendalian diri.

d) Keragaman Budaya

Pada bagian ini, peneliti memberikan beberapa penjelasan terkait keragaman budaya berdasarkan pernyataan para ahli.

1)    Pengertian Budaya

Menurut Sarumaha (2023), kebudayaan menekankan pada keterkaitan dan adaptasi terhadap lingkungan, pola perilaku yang diikuti oleh individu sebagai anggota suatu masyarakat dengan berbagai keyakinan, nilai, dan aturan yang ditetapkan oleh manusia, diciptakan sebagai alat untuk menghubungkan mereka satu sama lain dan dengan keberadaan lingkungan alamnya.

2)    Manfaat Keragaman

Budaya Manfaat keragaman budaya khususnya dalam satu ruang hidup adalah untuk memberdayakan potensi masing-masing individu atau kelompok dalam satu ruang hidup sehingga tercipta sebuah perangkat aturan dan tatanan kompetitif yang bermakna.

3)    Contoh Keragaman Budaya

Perbedaan budaya adalah struktur yang muncul dari percampuran orang-orang dengan identitas kelompok yang berbeda dalam sistem sosial yang sama (Tereza dan Fleury, 1999). Salah satu budaya bisnis di Jepang berisikan tentang bertingkah laku baik dan saling memaparkan emosi yg dapat kita terima dan percayai termasuk komunikasi secara lisan. (Stanford, 2016). Contoh lain, di beberapa negara, jeda dalam percakapan memang disengaja, disisipkan untuk memberikan kesempatan kepada para pihak untuk merenungkan dan menghormati apa yang baru saja dikatakan. Sebaliknya, beberapa budaya tampaknya mendorong pertukaran poin percakapan yang cepat sebagai tanda produktivitas dan keselarasan (Amerika Serikat adalah contoh yang baik). Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar tidak secara tidak sengaja menunjukkan rasa tidak hormat kepada seseorang berdasarkan irama percakapan (Fussell dan Setlock, 2012).

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Ahmad Tanzeh Suyitno (2006 (Endah Marendah Ratnaningtyas, 2023:15)), penelitian kualitatif biasa digunakan dalam dunia kajian sosial dan budaya. Umumnya digunakan dalam meneliti tingkah laku manusia dan maknanya yang sulit diukur secara numerik. Penelitian kualitatif berpijak pada filosofi post-positivisme, karena digunakan untuk mempelajari keadaan benda-benda alam, dimana peneliti sebagai instrumen utamanya, pengambilan

sampel sumber data dilakukan secara terarah dan snowballing, teknik pengumpulannya adalah campuran, analisis data bersifat kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono (2011) dalam Anggito dan Setiawan, 2018). Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong (2000) dalam Mubarok dan Untari, 2022), penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau teks manusia dan perilaku yang dapat diamati.

1.    Instrumen penelitian

a) Wawancara Semi-Struktural:

Pertanyaan terbuka untuk mengeksplorasi pemahaman dan pengalaman siswa terkait dengan empati multibudaya.

Contoh pertanyaan: “Bagaimana Anda memahami konsep empati multibudaya? Bisakah Anda memberikan contoh pengalaman pribadi Anda yang melibatkan empati terhadap teman atau rekan dengan latar belakang budaya yang berbeda?”

b) Jurnal atau Catatan Reflektif:

Meminta partisipan untuk menyimpan jurnal reflektif tentang pengalaman mereka dengan empati multibudaya dalam konteks pendidikan.

Contoh pertanyaan untuk jurnal: “Tuliskan pengalaman Anda dalam situasi di mana Anda merasa empati terhadap seseorang dengan latar belakang budaya yang berbeda. Bagaimana hal itu memengaruhi interaksi Anda?”

c) Observasi Partisipatif:

Melibatkan peneliti dalam kegiatan atau lingkungan di mana siswa berinteraksi dengan rekan-rekan mereka.

Catatan observasi dapat mencakup ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan interaksi verbal yang menunjukkan adanya empati multibudaya.

d) Analisis Dokumen:

Mengumpulkan dan menganalisis dokumen terkait, seperti esai siswa atau proyek-proyek kelompok yang menggambarkan pemahaman mereka tentang empati multibudaya.

Contoh pertanyaan: “Bagaimana siswa menyertakan elemen empati multibudaya dalam proyek kelompok mereka? Apakah ada tanda-tanda pemahaman mendalam tentang konsep ini?”

e) Focus Group Discussion (FGD):

Mengumpulkan sekelompok siswa untuk berdiskusi tentang empati multibudaya. Topik diskusi dapat mencakup persepsi mereka tentang kepentingan empati multibudaya dalam lingkungan pendidikan dan dampaknya terhadap kesejahteraan psikososial.

Daftar Rujukan

Andromeda, S. (2014). Hubungan Antara Empati dengan Perilaku Altruisme pada Karang Taruna Desa Pakang. Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif. Kabupaten Sukabumi: CV Jejak.

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2022). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, 5th Edition. Journal of Electronic Resources in Medical Libraries, 54-55.

Fussell, S. R., & Setlock, L. D. (2012). Leadership in Science and Technology. In Multicultural Teams (pp. 255-263).

Gaumer Erickson, A. S., Soukup, J. H., Noona, P. M., & McGurn, L. (2016). Self-efficacy Questionnaire . University of Kansas, Center for Research on Learning.

Hartati, A., & Astriningsih, N. (2020). Hubungan Antara Sikap Kemandirian Belajar dengan Empati SIswa. Realita: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 5(1).

Hoffman,  M.  (2000).  Empathy  andmoral  development: Implicationsfor  caring  and

justice. New York: Cambridge University Press.

Hurlock. (2002). Terjemahan Psikologi Perkembangan. Erlangga.

Immanuel, R. D. (2016). Dampak Psikososial Pada Individu yang Mengalami Pelecehan Seksual di Masa Kanak-Kanak. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(2).

Indasari, S. R., Wijaya, A. W., Layuk, M., Sambo, M. S., & Indrawati, M. (2020). Buku Saku Dukungan Psikososial Bagi Guru & Siswa Tangguh di Masa Pandemi Covid-19. Tanggerang Selatan: Wahana Visi Indonesia.

Kau, M. A. (2010). Empati dan Perilaku Prososial Pada Anak. Jurnal Inovasi, 7(03).

Mubarok, M. I., & Untari, M. F. (2022). Analisis Kesulitan Pembelajaran Daring dalam Muatan Pelajaran Bahasa Jawa Kelas II Siswa SDN 01 Purwoharjo Kabupaten Pemalang . Media Penelitian Pendidikan: Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran , 10-13.

Mulyani, S. R. (2021). Metodologi Penelitian. Kabupaten Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung.

Myers, D.G. (2000). Social Psychology. Michigan Hopecollege. Michigan.

Nurfitri, F. (2022). Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan Psikososial Terhadap Anak Keluarga Retak (Broken Home) Di Panti Sosial Asuhan Anak (Psaa) Putra Utama 2 Plumpang Jakarta Utara. Bachelor’s Thesis, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pramuaji, K. A., & Loekmono, L. (2018). Uji Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian : Questionnaire Emphaty. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling Undiksha , 74-78.

Ratnaningtyas, E. M., Ramli, Syafruddin, Syaputra, E., Suliwati, D., Nugroho, B. T., . . . Jahja, A. S. (2023). Metodologi Penelitian Kualitatif. Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.

Rijal, S., & Bachtiar, S. (2015). Hubungan Antara Sikap, Kemandirian Belajar, dan Gaya Belajar dengan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal Bioedukatika, 15-20.

Rosya, E. N. (2019). Modul Psikososial dan Budaya dalam Keperawatan (NSA 315).

Universitas Esa Unggul.

Ryff, C. D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Exploration on the meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 57, 6,1069-1081.

Sarumaha, M. S. (2023). BAB I PENGERTIAN BUDAYA. In Budaya Nias.

Suresh, A., Jayacahnder, M., & Joshi, S. (2013). Psychological Determinants of WellBeing Among Adolescent. Asia Pasific Journal of Research. Vol. 11, No. 1, 2320-5504.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *